Kehadiran
OPM Hanya Menambah Deretan Penderitaan Warga Papua
Papeda.com-
Di tengah upaya pembangunan dan pemulihan sosial di berbagai wilayah Papua,
kehadiran Organisasi Papua Merdeka (OPM) justru menambah luka dan penderitaan
yang terus dirasakan masyarakat. Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan kelompok
bersenjata ini semakin menjauhkan masyarakat Papua dari cita-cita damai dan
sejahtera yang selama ini diperjuangkan bersama oleh pemerintah dan elemen
masyarakat sipil.
Berbagai
insiden penyerangan terhadap warga sipil, fasilitas pendidikan, tenaga
kesehatan, hingga tempat ibadah, menjadi bukti nyata bahwa eksistensi OPM tidak
lagi merepresentasikan perjuangan rakyat Papua, melainkan justru memperpanjang
derita dan menciptakan ketakutan massal.
Dalam
kurun dua tahun terakhir, laporan dari berbagai lembaga kemanusiaan mencatat
peningkatan signifikan jumlah korban sipil akibat aksi kekerasan yang dilakukan
OPM. Di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak, hingga Yahukimo, puluhan warga
meninggal dunia, ratusan mengungsi ke hutan-hutan, dan ribuan lainnya hidup
dalam kondisi tidak menentu.
Salah
satu kasus yang menyentuh publik terjadi pada awal tahun ini di Distrik Paro,
Nduga. Kelompok OPM menyerang dan membakar rumah warga, sekolah, serta
fasilitas kesehatan. Akibatnya, lebih dari 1.000 warga terpaksa mengungsi ke
daerah tetangga. "Kami tidak tahu harus ke mana. Kami tidak salah apa-apa.
Tapi mereka datang dengan senjata, kami hanya bisa lari," ujar seorang
warga pengungsi yang enggan disebutkan Namanya, Kamis (24/4/2025).
Hal
yang sama juga terjadi di Kabupaten Puncak, di mana tenaga kesehatan dan guru
menjadi sasaran. Belasan tenaga pendidik yang dikirim pemerintah ke daerah
pedalaman terpaksa dievakuasi karena ancaman yang terus meningkat.
Bagi
sebagian orang, OPM dulunya dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap
ketidakadilan. Namun seiring waktu, gerakan ini bertransformasi menjadi
kelompok bersenjata yang tak segan menyerang warga sipil dan merusak fasilitas
umum. Kini, masyarakat Papua justru merasa takut terhadap kehadiran mereka.
Tokoh
masyarakat asal Wamena, Pendeta Amos Tabuni, menyatakan dengan tegas bahwa OPM
sudah kehilangan arah perjuangan. "Kalau katanya berjuang untuk rakyat,
kenapa rakyat justru yang dibunuh? Kenapa anak-anak harus berhenti sekolah, dan
tenaga medis diusir dari kampung? Itu bukan perjuangan, itu kekejaman,"
ujarnya dalam wawancara dengan media lokal, Kamis (24/4/2025).
Ia
menambahkan bahwa banyak warga Papua kini merasa kecewa dan marah terhadap
tindakan OPM yang dinilai mencemari nama baik perjuangan orang Papua yang
sejati. "Kami ingin damai. Kami ingin pembangunan. Kami tidak ingin
dijadikan tameng hidup dalam perang yang tidak kami pilih," tambahnya.
Dampak
dari keberadaan OPM di wilayah-wilayah terpencil sangat nyata terasa di tingkat
akar rumput. Anak-anak tidak bisa bersekolah dengan tenang. Perempuan dan
lansia hidup dalam kecemasan karena sewaktu-waktu kampung mereka bisa diserang.
Bahkan para tokoh agama pun merasa frustrasi karena tempat ibadah tidak lagi
aman dari ancaman kelompok ini.
Kondisi
yang semakin memburuk ini membuat masyarakat Papua mulai secara terbuka
menyerukan agar negara bertindak tegas terhadap kelompok OPM. Mereka menuntut
agar pemerintah dan aparat keamanan memberikan perlindungan nyata dan berkelanjutan.
Ketua
Dewan Adat Suku Mee, Yosafat Dogopia, menyatakan bahwa masyarakat tidak boleh
lagi menjadi korban dari konflik berkepanjangan. “Kami bukan medan perang. Kami
adalah manusia yang ingin hidup damai di tanah sendiri. Negara harus hadir dan
melindungi kami,” ujarnya.
Tuntutan
senada juga datang dari para pemuda Papua yang tergabung dalam Forum Pemuda
Cinta Damai. Mereka menyerukan agar tindakan kelompok bersenjata tidak lagi
diberi ruang. “Jangan biarkan mereka terus menebar teror atas nama perjuangan.
Yang menderita bukan mereka, tapi kami, rakyat biasa,” kata ketua forum, Herman
Magai.
Pemerintah
pusat, melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko
Polhukam), menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi
segenap rakyat Indonesia, termasuk masyarakat Papua. Dalam pernyataan resminya,
Menko Polhukam Hadi Tjahjanto menyebut bahwa pemerintah akan mengedepankan
pendekatan humanis, namun tetap tegas terhadap kelompok bersenjata yang
meresahkan masyarakat.
“Kami
memahami bahwa konflik tidak bisa diselesaikan hanya dengan kekuatan militer.
Karena itu, kami mengkombinasikan upaya keamanan dengan pembangunan dan dialog.
Namun terhadap kelompok yang membahayakan masyarakat, penegakan hukum tetap
harus dilakukan,” katanya.
Kehadiran
OPM di Papua saat ini lebih banyak menambah penderitaan daripada memberi
harapan. Rakyat Papua telah menjadi korban dari kekerasan yang tiada henti,
kehilangan tempat tinggal, akses pendidikan, dan hak atas rasa aman. Jika
perjuangan yang diklaim OPM memang demi rakyat, maka sudah saatnya mereka
menghentikan kekerasan dan duduk dalam dialog yang damai.
Masyarakat
Papua hari ini menyerukan pesan yang sangat jelas: mereka ingin hidup dalam
kedamaian, ingin anak-anak mereka bersekolah, ingin pembangunan masuk ke
kampung-kampung, dan yang terpenting, mereka ingin terbebas dari ancaman
senjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar