Sadis
dan Kejam: OPM Membunuh 6 Orang Tenaga Pengajar dan Tenaga Kesehatan di Distrik
Anggruk, Kabupaten Yahukimo
Papeda.com-
Kabupaten Yahukimo, Papua, kembali dikejutkan dengan aksi kekerasan yang
mengerikan yang dilakukan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka
(OPM). Pada hari Jumat, 21 Maret 2025, enam orang tenaga pengajar dan tenaga
kesehatan yang tengah bertugas di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo,
ditemukan tewas dengan luka tembak bahkan ada yang di bakar secara hidup-hidup.
Kejadian ini menjadi sorotan karena tindakan kejam tersebut tidak hanya
merenggut nyawa, tetapi juga mengancam keselamatan dan stabilitas di wilayah
Papua, yang selama ini tengah berusaha untuk bangkit dari berbagai permasalahan
sosial dan ekonomi.
Peristiwa
tragis ini terjadi ketika para tenaga pengajar dan tenaga kesehatan yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia sedang melaksanakan tugas mereka
untuk mendidik anak-anak serta melayani kesehatan masyarakat di Distrik
Anggruk. Mereka diserang secara brutal oleh sekelompok orang yang diduga
merupakan anggota dari OPM. Enam korban yang terdiri dari tiga tenaga pengajar,
satu tenaga kesehatan, dan dua korban lainnya masih dalam proses pendataan.
Menurut
informasi yang diperoleh dari kepolisian setempat, kelompok yang menyerang
menggunakan senjata api dan melakukan penyerangan dengan cara yang sangat
terorganisir. Kejadian tersebut langsung mengundang reaksi keras dari
masyarakat setempat dan berbagai kalangan, baik dari pemerintah daerah maupun
nasional.
"Sungguh
perbuatan yang tidak manusiawi dan tidak bisa diterima oleh akal sehat.
Orang-orang yang sudah mengabdi untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak
Papua malah menjadi korban kebiadaban yang tak termaafkan," ujar Kapolres
Yahukimo, dalam keterangan persnya, Minggu (23/03/2025).
Tindak
kekerasan ini menambah panjang daftar kekerasan yang terjadi di Papua dalam
beberapa tahun terakhir. Aksi pembunuhan terhadap tenaga pengajar ini
mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, organisasi
masyarakat, dan tokoh masyarakat adat di Papua.
Tak
hanya para pejabat pemerintah, aksi kekerasan ini juga memicu reaksi keras dari
tokoh-tokoh adat Papua yang selama ini menjaga kedamaian dan harmoni di wilayah
tersebut. Tokoh adat setempat, Petrus Wenda, menyampaikan kecaman yang sangat
keras terhadap tindakan tersebut. "Kami sebagai masyarakat adat Papua
sangat mengecam dan mengutuk keras perbuatan keji ini. Para guru adalah
pahlawan kami, yang mengajarkan anak-anak kami untuk bisa hidup lebih baik dan
lebih terdidik. Kami akan terus berjuang untuk memastikan bahwa anak-anak Papua
memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa harus takut dengan
ancaman kekerasan," ujar Petrus.
Samuel
Mote, seorang tokoh adat lainnya dari suku Dani, juga turut memberikan
pernyataan yang mengharukan. "Kekerasan ini sangat menyakitkan. Kami,
sebagai masyarakat adat, tidak mengajarkan anak-anak kami untuk membenci
sesama. Pendidikan adalah jalan menuju kemajuan. Para guru yang tewas adalah
pahlawan bagi anak-anak kami, dan kami akan berusaha menjaga mereka dan
menghormati jasa mereka," kata Samuel dengan penuh emosional.
Menurut
Samuel, tindakan ini menunjukkan bahwa ada kelompok tertentu yang tidak
menghargai pendidikan dan perdamaian. "Kami, masyarakat adat Papua,
berkomitmen untuk terus mendukung pendidikan, dan kami berharap pemerintah
pusat dapat segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan
ini," tambahnya.
Pembunuhan
terhadap tenaga pengajar dan tenaga kesehatan ini bukan hanya merenggut nyawa
mereka, tetapi juga membawa dampak sosial yang cukup besar di wilayah tersebut.
Para tenaga pengajar dan tenaga kesehatan yang selamat dari serangan tersebut
kini terancam mengalami trauma yang mendalam. Tak hanya itu, ketakutan di
kalangan tenaga pengajar dan masyarakat setempat semakin meningkat, karena
mereka kini merasa terancam oleh aksi kekerasan yang semakin tak terkendali.
Pendidikan
di wilayah Papua, yang sudah lama terhambat oleh berbagai faktor, kini semakin
terancam. Banyak tenaga pengajar yang mempertanyakan keamanan diri mereka, dan
sebagian besar dari mereka memilih untuk mengungsi sementara ke tempat yang
lebih aman. Menurut data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kekerasan
yang terjadi di Papua menyebabkan banyak sekolah terpaksa tutup, dan ini
tentunya mengganggu proses pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak
Papua.
Sebanyak
58 guru dan tenaga kesehatan beserta keluargana dari Distrik Heriyapini
Kosarek, Ubalihi, Nisini, Walma dan Distrik Kabiyanggama, saat ini sudah
mendapatkan pertolongan dari pihak TNI dan berhasil di evakuasi dan saat ini
sudah berada di Jayapura untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut, sedangkan
TNI akan terus mengejar OPM yang melakukan tindakan kejam tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar