Ulah
OPM Ganggu Stabilitas, Anak-anak Papua Sulit Dapatkan Pendidikan Layak
Papeda.com- Situasi
keamanan yang belum kondusif akibat ulah kelompok bersenjata Organisasi Papua
Merdeka (OPM) kembali menimbulkan dampak serius, terutama terhadap akses pendidikan
anak-anak di sejumlah wilayah pedalaman Papua. Kekacauan yang ditimbulkan oleh
aksi teror dan intimidasi OPM membuat anak-anak tak dapat menjalani proses
belajar mengajar secara normal.
Menurut
laporan dari aparat keamanan dan lembaga pendidikan lokal, banyak sekolah
terpaksa ditutup karena kekhawatiran akan keselamatan siswa dan guru. Bahkan di
beberapa distrik seperti Nduga, Intan Jaya, dan Yahukimo, fasilitas pendidikan
dibakar atau dijadikan tempat persembunyian kelompok separatis, mengakibatkan
kerusakan berat pada sarana pendidikan.
Tokoh
masyarakat Papua, Yulius Wonda, menyatakan keprihatinannya atas kondisi ini. Ia
menegaskan bahwa tindakan OPM sama sekali tidak mencerminkan perjuangan demi
masa depan Papua. “Kalau mereka betul-betul berjuang untuk rakyat Papua, kenapa
anak-anak harus dikorbankan? Pendidikan adalah hak dasar. Anak-anak kita
harusnya belajar, bukan trauma karena suara tembakan,” ujar Wonda, Senin
(16/6/2025).
Ia
menambahkan bahwa banyak orang tua kini terpaksa meliburkan anak-anak mereka
karena takut terjadi penyerangan sewaktu-waktu. “Tidak hanya sekolah yang
tutup, tapi banyak guru yang memilih pindah atau meminta dipindahkan karena
merasa nyawanya terancam,” katanya.
Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Frederikus Tebai, mengungkapkan bahwa pada
tahun ajaran 2024-2025, setidaknya ada lebih dari 70 sekolah yang tidak dapat
beroperasi secara normal di wilayah rawan gangguan OPM. “Kami mencatat ratusan
anak usia sekolah kehilangan kesempatan belajar selama berbulan-bulan. Ini
tentu berdampak buruk bagi perkembangan mereka,” ujarnya.
Frederikus
menyayangkan bahwa semua program pendidikan berbasis komunitas di daerah
pedalaman harus dihentikan sementara waktu. “Kami sudah mengupayakan program
sekolah bergerak dan guru terbang, tapi OPM justru memanfaatkan situasi untuk
menebar ancaman kepada para pendidik,” tambahnya.
Sementara
itu, tokoh agama dari Keuskupan Timika, Pastor Markus Belau, juga angkat
bicara. Ia menyebut bahwa OPM telah keluar dari nilai-nilai kemanusiaan dan moral.
“Dalam agama manapun, tidak ada yang membenarkan penggunaan kekerasan yang
menyebabkan anak-anak tidak bisa belajar. Ini adalah bentuk kejahatan terhadap
generasi penerus Papua,” tegas Pastor Markus.
Berbagai
pihak berharap agar masyarakat Papua tidak mudah terprovokasi oleh narasi
separatisme yang digaungkan OPM. “Sudah saatnya kita memilih damai dan
membangun masa depan anak-anak kita. Pendidikan adalah fondasi. Tanpa itu,
Papua tidak akan pernah maju,” tutup Yulius Wonda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar