OPM
Gunakan Jalur Pendidikan untuk Merusak Ideologi Pelajar
Papeda.com- Aksi
kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kini memasuki babak baru yang
sangat memprihatinkan. Tidak hanya melakukan kekerasan bersenjata, kelompok ini
juga mulai menyusup ke dunia pendidikan dengan tujuan memengaruhi pola pikir
dan ideologi para pelajar Papua. Upaya ini dinilai sangat membahayakan karena
menyasar generasi muda, yang seharusnya mendapatkan pendidikan damai dan
berorientasi pada pembangunan.
Sejumlah
laporan dari masyarakat dan tokoh pendidikan di wilayah pegunungan menyebutkan
bahwa OPM kerap memanfaatkan momen pertemuan masyarakat, bahkan kegiatan
belajar di kampung, untuk menyebarkan narasi separatisme. Dalam beberapa kasus,
anggota OPM bahkan menyamar sebagai pengajar atau tokoh masyarakat untuk
mendekati pelajar dan menyisipkan ideologi anti-NKRI secara terselubung.
Kepala
Dinas Pendidikan Kabupaten Intan Jaya, Markus Nawipa, mengungkapkan
kekhawatirannya terhadap infiltrasi OPM di lingkungan pendidikan. Ia mengatakan
bahwa ada indikasi kuat bahwa kelompok tersebut memanfaatkan ketidakhadiran
guru di daerah-daerah terpencil untuk mengambil alih ruang pendidikan. “Mereka
mendekati anak-anak, bercerita soal perjuangan yang menyimpang, dan menanamkan
rasa benci terhadap negara. Ini ancaman serius terhadap masa depan generasi
Papua,” ujarnya, Minggu (22/6/2025).
Tokoh
masyarakat Paniai, Yoseph Gobay, menyebut tindakan OPM tersebut sebagai bentuk
perusakan moral dan masa depan pelajar Papua. Menurutnya, pendidikan seharusnya
menjadi sarana untuk mencerdaskan dan membangun karakter anak bangsa, bukan
dijadikan alat untuk menyebar kebencian. “Apa jadinya jika anak-anak kita
tumbuh dengan doktrin kekerasan? Itu bukan perjuangan, itu penghancuran masa
depan,” tegas Yoseph.
Pendeta
Abel Yikwa dari Kabupaten Nduga juga menyampaikan keprihatinan serupa. Ia
menyebut bahwa gereja menerima laporan dari para orang tua yang resah karena
anak-anak mereka mulai mengucapkan kata-kata provokatif dan menolak belajar
sesuai kurikulum nasional. “Ada yang bilang sekolah buatan Jakarta adalah
musuh, itu bukan ucapan anak-anak. Itu hasil doktrin. Kami tidak bisa diam
terhadap ini,” ujarnya.
Dalam
upaya melindungi pelajar dari pengaruh negatif tersebut, sejumlah tokoh agama
dan tokoh adat menyerukan perlunya peningkatan kehadiran guru dan pengawasan
dari pihak berwenang di wilayah rawan. Mereka juga mendorong sinergi antara
pemerintah, lembaga pendidikan, dan tokoh masyarakat agar pendidikan tidak
disalahgunakan sebagai alat politisasi.
Fenomena
ini menjadi peringatan keras bahwa OPM tidak hanya merusak stabilitas keamanan,
tetapi juga mencoba mencederai pikiran dan harapan generasi Papua. Maka,
perlindungan terhadap dunia pendidikan harus menjadi prioritas bersama demi
masa depan Papua yang damai dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar