OPM Terus Serang Warga Sipil: Tanda
Ketidaktahuan Terhadap Hak Asasi Manusia
Papeda.com- Kekerasan
demi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka
(OPM) kembali menyita perhatian publik. Rentetan penyerangan terhadap warga
sipil di berbagai wilayah Papua belakangan ini tidak hanya meninggalkan luka
fisik, tetapi juga menorehkan luka batin mendalam bagi masyarakat Papua.
Teranyar, insiden penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, serta
pembunuhan terhadap warga sipil, semakin memperkuat anggapan bahwa OPM telah
jauh menyimpang dari nilai-nilai perjuangan dan tidak memahami makna sejati hak
asasi manusia (HAM).
Data
dari aparat keamanan dan laporan masyarakat menunjukkan bahwa sejak awal tahun
2025, telah terjadi lebih dari 15 aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok
OPM dan simpatisannya di wilayah Papua Tengah, Papua Pegunungan, hingga Papua
Selatan. Korban dari aksi-aksi tersebut sebagian besar adalah warga sipil yang
tidak memiliki keterkaitan dengan unsur militer maupun pemerintahan. Para
korban termasuk petani, pedagang, pelajar, hingga tokoh adat lokal.
Salah
satu kasus yang menyita perhatian terjadi pada 2 Mei 2025 di Jalan Statistik,
Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo. Dalam insiden tersebut, seorang warga sipil
bernama Hari Karuanto tewas ditembak oleh kelompok bersenjata yang diduga
merupakan bagian dari simpatisan OPM. TKP yang merupakan daerah sepi dan jauh
dari pusat keramaian dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan eksekusi lalu
melarikan diri. Kejadian itu bukanlah yang pertama, karena dua hari sebelumnya,
aksi penikaman juga terjadi terhadap pendatang di lokasi yang tidak jauh dari
tempat kejadian.
Aksi-aksi
seperti ini menimbulkan keresahan dan ketakutan di kalangan masyarakat Papua.
Banyak warga yang akhirnya memilih meninggalkan kampung halaman demi mencari
perlindungan ke wilayah yang lebih aman. Anak-anak tidak bisa sekolah dengan
tenang, sementara kegiatan ekonomi menjadi lumpuh karena masyarakat takut
keluar rumah.
Organisasi
Papua Merdeka dalam propaganda mereka sering menyebut bahwa mereka
memperjuangkan hak-hak orang asli Papua (OAP). Namun ironisnya, kelompok ini
justru menjadi aktor utama pelanggaran HAM di wilayah Papua. Serangan terhadap
masyarakat sipil bertentangan langsung dengan prinsip-prinsip dasar dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Pengamat
HAM dari Lembaga Studi Hukum dan Kemanusiaan Indonesia, Dr. Martha Angkasa,
menyatakan bahwa tindakan OPM tidak hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga
internasional. “Hak hidup adalah hak paling fundamental dalam sistem HAM
global. Ketika OPM membunuh warga sipil yang tidak bersalah, mereka sama saja
merusak dasar perjuangan yang mereka klaim. Tidak ada perjuangan kemerdekaan
yang sah jika dilakukan dengan membunuh rakyat sendiri,” ujar Dr. Martha, Senin
(5/5/2025).
Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa pemahaman kelompok OPM terhadap hak asasi manusia
sangat terbatas dan kerap disalahartikan. Bagi mereka, segala bentuk tindakan
kekerasan dibenarkan selama ditujukan untuk kepentingan separatisme. Padahal,
dalam tataran internasional, kelompok separatis yang menggunakan kekerasan
terhadap warga sipil dapat digolongkan sebagai aktor pelaku kejahatan terhadap
kemanusiaan.
Di
tengah kekerasan yang terus terjadi, masyarakat Papua pun mulai bersuara. Warga
Papua kini secara terbuka menyatakan penolakan terhadap tindakan OPM yang
dinilai hanya membawa penderitaan. Tokoh adat, tokoh agama, pemuda, hingga kaum
perempuan, menyatakan bahwa mereka tidak ingin Papua terus-menerus dijadikan
medan kekerasan oleh kelompok yang mengatasnamakan “perjuangan”.
Maria
Magai, seorang aktivis perempuan di Wamena, menyatakan bahwa kekerasan OPM
telah merampas kedamaian rakyat Papua. “Kami bukan boneka politik. Kami adalah
manusia yang ingin hidup tenang, membangun keluarga, dan mendidik anak-anak
kami. Kalau OPM benar-benar mencintai Papua, seharusnya mereka berhenti
membunuh rakyat sendiri,” ungkap Maria dengan penuh emosi.
Sementara
itu, tokoh pemuda dari Nabire, Darman Pigai, menyatakan bahwa saat ini
masyarakat Papua semakin sadar bahwa OPM tidak lagi mewakili aspirasi rakyat.
“Dulu kami mendukung karena kami pikir mereka membela tanah kami. Tapi sekarang
mereka menembak saudara kami, merusak sekolah, menakut-nakuti pendeta. Itu
bukan perjuangan, itu tindakan pengecut,” ujarnya.
Penutup:
Saatnya Papua Damai Tanpa Kekerasan
Serangan
yang terus dilakukan oleh OPM terhadap warga sipil telah meruntuhkan
kepercayaan masyarakat Papua terhadap kelompok ini. Klaim mereka sebagai
pejuang HAM tidak lagi dapat dipertanggungjawabkan ketika fakta-fakta di
lapangan menunjukkan bahwa merekalah pelaku utama pelanggaran HAM.
Ketidaktahuan
terhadap nilai-nilai HAM telah menjadikan OPM lebih sebagai ancaman daripada
penyelamat. Kini saatnya masyarakat Papua dan seluruh elemen bangsa bersatu
menjaga kedamaian, melindungi warga sipil, dan memastikan bahwa tidak ada
tempat bagi kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar