Masyarakat
Papua Ramai-ramai Kecam Aksi OPM Pasca Penembakan terhadap Ketua Komnas HAM
Papua
Papeda.com- Aksi
brutal penembakan terhadap Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramendey,
oleh kelompok bersenjata yang diduga kuat merupakan bagian dari Organisasi
Papua Merdeka (OPM), memicu gelombang kecaman luas dari masyarakat Papua.
Dalam
insiden tersebut, tidak ada korban jiwa, namunpPeristiwa penembakan terhadap
tokoh penting yang dikenal berdedikasi tinggi dalam membela hak-hak warga Papua
ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, tokoh adat, tokoh
agama, hingga mahasiswa dan aktivis kemanusiaan.
Kepala
Suku Besar Mee Pago, Obed Enumbi, menyatakan kemarahan atas tindakan OPM yang
dinilai tidak lagi memiliki dasar perjuangan yang jelas. “Bagaimana bisa
seorang anak Papua yang memperjuangkan HAM, memperjuangkan tanah dan hak
masyarakatnya sendiri, malah menjadi sasaran kekerasan? Ini menunjukkan bahwa
OPM sudah tidak punya arah. Mereka tidak lagi mewakili aspirasi rakyat Papua,
tapi hanya membawa penderitaan,” ujar Obed dalam pernyataan persnya di
Jayapura, Senin (5/5/2025).
Senada
dengan itu, Ketua Sinode Gereja Kemah Injil Papua, Pendeta Alberth Kobak,
menyebut tindakan tersebut sebagai perbuatan yang melampaui batas kemanusiaan.
Ia menegaskan bahwa gereja mendukung segala bentuk upaya damai dalam
menyelesaikan persoalan Papua, bukan jalan kekerasan.
“Menembak
Ketua Komnas HAM Papua adalah bukti nyata bahwa kelompok tersebut tidak ingin
kedamaian. Mereka ingin kekacauan, dan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya dan iman orang Papua,” tegas Pendeta Alberth.
Di
berbagai wilayah seperti Jayapura, Wamena, Nabire, dan Merauke, ratusan
mahasiswa Papua turun ke jalan untuk mengutuk aksi keji tersebut. Mereka
membawa spanduk bertuliskan “Selamatkan Papua dari Kekerasan”, “Kami Bersama
Komnas HAM”, dan “OPM Bukan Wakil Suara Rakyat Papua”.
Salah
satu koordinator aksi di Jayapura, Maria Wenda, mengatakan bahwa generasi muda
Papua muak dengan kekerasan yang selama ini terjadi. “Kami ingin masa depan.
Kami ingin belajar, membangun, dan hidup damai. Tindakan OPM hanya menambah
luka di tanah ini,” ujarnya dengan lantang.
Para
mahasiswa juga menyerahkan petisi kepada Pemerintah Daerah dan perwakilan DPR
Papua, mendesak tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang kerap
merusak tatanan
Masyarakat
di berbagai wilayah Papua menunjukkan keinginan kuat untuk hidup dalam damai.
Warga di sekitar lokasi kejadian menyampaikan bahwa sejak beberapa bulan
terakhir, kehadiran kelompok separatis menyebabkan ketakutan dan teror yang tak
berkesudahan. Ancaman, pemalakan, hingga sabotase terhadap fasilitas umum
sering terjadi.
“Dulu
kami percaya OPM memperjuangkan kemerdekaan, tapi sekarang mereka malah
menyiksa rakyat sendiri. Kami sudah lelah dengan semua ini. Biarkan kami hidup
tenang,” ungkap Yulita Murib, seorang warga di Distrik Mbiandoga, Paniai.
Kondisi
psikologis masyarakat pun terguncang. Banyak warga yang terpaksa mengungsi ke
wilayah lain karena khawatir akan menjadi korban berikutnya. Anak-anak tak bisa
sekolah dengan tenang, dan aktivitas ekonomi terhenti.
Pengamat
konflik Papua dari Universitas Cenderawasih, Dr. Roni Sembiring, menilai bahwa
tindakan brutal terhadap tokoh seperti Yulianus Magai merupakan blunder besar
bagi kelompok OPM. “Ini menandai titik balik penurunan legitimasi moral
kelompok tersebut di mata masyarakat Papua. Jika sebelumnya mereka masih punya
simpati dari sebagian kecil warga, kini dukungan itu semakin memudar,”
jelasnya.
Ia
juga menambahkan bahwa serangan ini semakin memperkuat posisi pemerintah dalam
melakukan penegakan hukum terhadap kelompok bersenjata. “Ketika rakyat tidak
lagi percaya, maka apapun narasi perjuangan yang dikembangkan akan gagal,”
tambahnya.
Di
tengah situasi ini, tokoh-tokoh lintas agama dan budaya menyerukan persatuan
masyarakat Papua untuk melawan kekerasan dan mendukung penegakan hukum. Mereka
mengajak semua pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, tokoh
adat, dan tokoh perempuan untuk bersatu menjaga Papua dari kehancuran akibat kekerasan
bersenjata.
“Kita
harus berdiri bersama. Jangan biarkan kelompok kecil yang menggunakan senjata
merusak masa depan generasi muda Papua,” ujar Nurjanah Tabuni, aktivis
perempuan Papua dalam diskusi publik yang digelar di Timika.
Penembakan
terhadap Ketua Komnas HAM Papua oleh kelompok yang diduga OPM bukan hanya
serangan terhadap seorang tokoh kemanusiaan, melainkan tamparan keras terhadap
perjuangan damai yang selama ini diharapkan masyarakat Papua. Aksi ini memicu
gelombang penolakan yang semakin besar dari warga Papua terhadap cara-cara
kekerasan yang digunakan oleh kelompok separatis.
Dari
tokoh adat hingga mahasiswa, suara yang muncul kini semakin bulat: rakyat Papua
ingin hidup damai, membangun masa depan tanpa ancaman, dan menolak segala bentuk
kekerasan yang mengatasnamakan perjuangan. Peristiwa ini menjadi momentum
penting bagi seluruh komponen bangsa untuk bersatu menjaga Papua, agar harapan
akan tanah damai yang sejahtera tidak hanya menjadi impian, tetapi kenyataan
yang terus diperjuangkan bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar