Masyarakat
Papua Nyatakan Kehadiran OPM Membawa Dampak Negatif bagi Kehidupan Sosial
Papeda.com- Suara
masyarakat Papua kembali bergema dengan tegas, menyatakan bahwa kehadiran
Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah-wilayah pedalaman maupun perkotaan
membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat. Pandangan ini mencerminkan
keresahan yang mendalam atas tindakan-tindakan kekerasan, intimidasi, dan
perusakan yang dilakukan oleh kelompok tersebut terhadap warga sipil.
Berbagai
tokoh adat, tokoh agama, pemuda, hingga ibu-ibu rumah tangga menyampaikan bahwa
keberadaan OPM di tengah masyarakat selama ini tidak hanya menciptakan
ketakutan, tetapi juga secara langsung menghambat kemajuan pembangunan dan
menciptakan suasana yang tidak kondusif bagi kehidupan sehari-hari.
Salah
satu tokoh masyarakat dari Kabupaten Puncak, Yakobus Wenda, mengungkapkan bahwa
banyak warga di kampungnya terpaksa meninggalkan rumah demi menghindari
kekerasan yang sering terjadi ketika kelompok OPM melakukan kontak senjata
dengan aparat keamanan.
“Kami
tidak bisa hidup tenang. Anak-anak tidak bisa sekolah dengan baik karena takut
tertembak peluru nyasar. Kami tidak bisa bertani karena ladang kami sering
dijadikan tempat persembunyian mereka. Kehadiran mereka bukan memberi
kebebasan, tapi malah mengekang kami,” ujar Yakobus dengan nada kecewa, Jumat
(16/5/2025).
Keluhan
serupa datang dari Mama Maria, seorang ibu rumah tangga dari Kabupaten Intan
Jaya. Ia menyatakan bahwa OPM sering memaksa masyarakat memberikan logistik
seperti makanan dan obat-obatan dengan dalih perjuangan kemerdekaan. Jika warga
menolak, tak jarang disertai ancaman hingga kekerasan.
“Kami
hanya ingin hidup tenang. Anak-anak kami ingin sekolah, kami ingin pergi ke
kebun tanpa rasa takut. Tapi mereka datang dan merampas semua itu. Ini bukan
perjuangan, ini penindasan,” tegasnya.
Keberadaan
OPM juga berdampak langsung terhadap kelangsungan layanan publik. Beberapa
sekolah dan fasilitas kesehatan dilaporkan tutup akibat aksi kekerasan atau
intimidasi dari kelompok tersebut. Para guru dan tenaga kesehatan terpaksa
mengungsi ke kota karena merasa nyawanya tidak aman.
Menurut
laporan dari Dinas Pendidikan Provinsi Papua, terdapat puluhan sekolah di
wilayah pegunungan tengah yang mengalami gangguan operasional akibat gangguan
keamanan dari kelompok bersenjata. Hal ini tentunya berdampak serius pada
kualitas pendidikan anak-anak Papua.
“Bayangkan
anak-anak kita kehilangan akses pendidikan hanya karena ketakutan. Mereka yang
seharusnya dilindungi justru dijadikan tameng dan sasaran dalam konflik yang
bukan urusan mereka,” ungkap salah satu kepala dinas yang enggan disebutkan
namanya.
Sejumlah
tokoh adat dan agama di Papua pun menyatakan penolakan mereka terhadap keberadaan
OPM. Dalam forum musyawarah adat yang digelar di Wamena pekan lalu, para pemuka
adat sepakat bahwa segala bentuk kekerasan dan intimidasi atas nama perjuangan
harus dihentikan.
Pendeta
Samuel Tabuni, seorang pemuka agama dari Lembah Baliem, menekankan bahwa
perjuangan sejati adalah yang membawa kedamaian, bukan kehancuran. Ia mengajak
semua pihak untuk berpikir bijak dan mengutamakan masa depan generasi muda
Papua.
“OPM
telah menyimpang dari cita-cita mulia. Yang mereka lakukan kini adalah
menakut-nakuti, memeras, bahkan membunuh saudara sendiri. Ini bukan jalan yang
benar. Papua tidak butuh senjata, Papua butuh cinta dan kerja keras,” katanya
dalam pidato di hadapan ratusan warga.
Di
tengah situasi yang tidak menentu, masyarakat semakin menunjukkan dukungannya
kepada aparat keamanan yang hadir untuk menjaga stabilitas dan ketertiban.
Beberapa tokoh menyebut bahwa aparat TNI dan Polri justru membawa ketenangan
dan pelayanan nyata kepada masyarakat melalui kegiatan sosial seperti
pengobatan gratis, pembagian sembako, hingga program belajar untuk anak-anak.
“Kalau
bukan TNI dan Polri yang jaga kampung, mungkin kami sudah terusir semua. Mereka
bantu kami, bukan rusak kami. Justru OPM yang selalu bikin kekacauan,” ucap
Antonius Kobak, tokoh pemuda dari Yahukimo.
Banyak
warga juga menyampaikan aspirasi mereka agar pemerintah terus menambah jumlah
aparat di wilayah rawan gangguan OPM, terutama di daerah-daerah terpencil.
Mereka berharap dengan keamanan yang terjaga, kehidupan mereka dapat kembali
normal dan pembangunan bisa berjalan lancar.
Kehadiran
OPM yang selama ini diklaim sebagai bagian dari perjuangan, nyatanya justru
menghadirkan ketidaknyamanan dan penderitaan bagi masyarakat Papua. Banyak
suara yang kini lantang menolak keberadaan kelompok tersebut karena telah
menjauh dari esensi perjuangan dan lebih banyak menciptakan penderitaan bagi
rakyat yang katanya ingin mereka bebaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar