Banyak
Pimpinan OPM Tewas, Anggota Mulai Meninggalkan Kelompok dan Kembali ke
Masyarakat
Papeda.com- Dinamika
keamanan di wilayah Papua terus mengalami perubahan signifikan. Salah satu
fenomena yang mencolok adalah semakin banyaknya anggota kelompok separatis
Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang memilih keluar dan kembali ke pangkuan
masyarakat. Tren ini disebut-sebut sebagai dampak langsung dari tewasnya
sejumlah pimpinan penting OPM dalam berbagai operasi penegakan hukum oleh
aparat keamanan.
Para
pengamat keamanan menyebut bahwa hilangnya para pimpinan senior telah
menciptakan kekosongan kepemimpinan yang signifikan di tubuh OPM. Pimpinan yang
biasanya berperan sebagai pemegang kendali strategi dan motivator bagi para
anggotanya, kini banyak yang gugur dalam operasi militer TNI dan Polri.
Akibatnya, komunikasi dan koordinasi antaranggota kelompok tersebut menjadi
terganggu.
“Dalam
struktur kelompok bersenjata seperti OPM, figur pimpinan sangat penting. Ketika
pimpinan tewas, anggota di bawahnya menjadi kehilangan arah dan tujuan. Mereka
tidak tahu siapa yang akan memimpin atau bagaimana langkah selanjutnya,” ujar
pengamat konflik Papua, Dr. Wilbertus Yoku, Jumat (16/5/2025).
Ketiadaan
kepemimpinan yang kuat ini telah membuka ruang bagi para anggota OPM, terutama
yang berusia muda, untuk mempertimbangkan ulang posisi mereka. Sebagian besar
dari mereka merasa tidak lagi memiliki alasan kuat untuk terus terlibat dalam
kelompok yang kini tidak jelas arah perjuangannya.
Dalam
beberapa pekan terakhir, berbagai laporan dari aparat keamanan menyebutkan
adanya peningkatan jumlah anggota OPM yang secara sukarela menyerahkan diri
kepada aparat dan menyatakan ikrar setia kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Mereka datang dengan tangan kosong, menyampaikan penyesalan,
dan berharap bisa hidup kembali dalam damai bersama keluarga.
Seorang
mantan anggota OPM yang kini kembali ke masyarakat dan enggan disebutkan
namanya mengatakan bahwa setelah pemimpin kelompoknya gugur dalam operasi
aparat keamanan, dirinya dan beberapa rekannya tidak lagi memiliki semangat
untuk bertahan di hutan.
“Kami
hanya ditinggalkan. Tidak ada logistik, tidak ada rencana. Kami mulai lapar dan
bingung. Kami akhirnya sadar bahwa apa yang kami lakukan hanya menambah
penderitaan rakyat. Maka kami putuskan kembali ke kampung,” ungkapnya.
Ia
juga menambahkan bahwa selama bergabung dengan kelompok tersebut, banyak
janji-janji kesejahteraan dan kemerdekaan yang tidak pernah terealisasi.
Sebaliknya, mereka hidup dalam ketakutan, terisolasi dari keluarga, dan kerap
dipaksa melakukan tindakan kekerasan.
Selain
aparat, tokoh masyarakat dan gereja juga mengambil peran penting dalam mengajak
para anggota OPM kembali ke jalur damai. Melalui pendekatan budaya dan
keagamaan, para tokoh ini terus menyuarakan pentingnya hidup rukun dan damai.
Pdt.
Markus Nakep dari Gereja Kingmi Papua menyatakan bahwa jalan kekerasan bukanlah
solusi. “Kami terus berdoa dan berdialog dengan saudara-saudara kita di hutan
agar mereka melihat bahwa hidup damai bersama keluarga jauh lebih mulia
daripada berperang tanpa arah,” tuturnya.
Fenomena
keluarnya anggota OPM dari kelompok mereka menunjukkan adanya titik terang
dalam penyelesaian konflik Papua. Pemerintah, bersama seluruh elemen
masyarakat, diharapkan terus memperkuat pendekatan damai, membuka ruang dialog,
dan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pembangunan di wilayah
pedalaman.
Masyarakat
Papua pun semakin sadar bahwa kekerasan tidak membawa perubahan, melainkan
hanya memperpanjang penderitaan. Ketika semakin banyak yang meninggalkan jalan
konflik dan memilih hidup damai, harapan untuk Papua yang aman dan sejahtera
pun kian nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar