Ketua Suku Papua Kutuk Keras Aksi
Kekerasan OPM: “Telah Merusak Citra Papua di Mata Internasional”
Papeda.com- Kecaman
terhadap tindakan kekerasan yang terus dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka
(OPM) kembali menggema, kali ini datang dari suara tokoh masyarakati di tengah
masyarakat adat Papua. Beberapa ketua suku di wilayah pegunungan dan pesisir
Papua menyampaikan pernyataan keras mengecam aksi brutal OPM yang tidak hanya
menimbulkan penderitaan bagi rakyat Papua, tetapi juga merusak citra dan reputasi
Tanah Papua di mata dunia internasional.
Pernyataan
ini menandai momen penting dalam pergeseran sikap masyarakat adat, yang selama
ini kerap diam atau bahkan dipersepsikan mendukung gerakan separatisme. Melalui
pernyataan bersama yang dibacakan di depan perwakilan media lokal dan nasional
di Jayapura, para ketua suku menyatakan dengan tegas bahwa aksi kekerasan
bersenjata yang dilakukan oleh OPM tidak mencerminkan aspirasi masyarakat Papua
yang sebenarnya.
Ketua
Suku Mee dari Kabupaten Dogiyai, Yonas Gobai, dalam pernyataannya menegaskan
bahwa masyarakat Papua ingin hidup damai dan sejahtera, bukan menjadi bagian
dari kekerasan yang tiada henti. Menurutnya, tindakan OPM seperti penyerangan
terhadap warga sipil, pembakaran fasilitas umum, serta penyanderaan tenaga
kesehatan dan pendidik, adalah bentuk kejahatan kemanusiaan yang bertentangan
dengan nilai-nilai adat dan kemanusiaan.
“Kami
menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan atas nama perjuangan Papua. Itu
bukan jalan kami. Kami punya budaya damai, budaya saling menghargai. Bukan
budaya membunuh atau membakar rumah sakit,” ujar Yonas dengan suara lantang,
Selasa (13/5/2025).
Ia
menambahkan, aksi-aksi brutal tersebut tidak hanya merugikan rakyat kecil,
tetapi juga memberikan kesan negatif tentang Papua kepada dunia luar. “Kita
ingin dikenal sebagai tanah yang kaya budaya, bukan sebagai daerah konflik yang
dikuasai oleh kelompok bersenjata.”
Dalam
beberapa tahun terakhir, Papua kerap menjadi sorotan media internasional,
terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia dan konflik bersenjata. Namun
sayangnya, narasi yang dibangun tidak selalu mencerminkan fakta di lapangan
secara utuh. Aksi-aksi kekerasan oleh OPM yang menyerang warga sipil, guru,
tenaga kesehatan, bahkan aparat keamanan, justru menjadi salah satu penyumbang
utama citra negatif Papua di kancah internasional.
Ketua
Suku Asmat, Gabriel Kaipmako, menyayangkan bahwa ulah segelintir orang di OPM
telah mencoreng wajah Papua secara keseluruhan. Menurutnya, kelompok bersenjata
itu tidak memiliki mandat atau dukungan penuh dari seluruh masyarakat Papua,
apalagi dari para tetua adat.
“Nama
Papua kini dikenal dunia bukan karena ukiran Asmat, bukan karena kekayaan
budaya atau sumber daya alam kita. Tapi karena pembunuhan, penembakan, dan
penculikan. Ini semua gara-gara tindakan OPM yang tidak bisa dibenarkan. Ini
memalukan,” kata Gabriel.
Gabriel
juga menyebut bahwa banyak informasi menyesatkan yang disebarkan oleh
simpatisan OPM di luar negeri, yang menutupi aksi kekerasan mereka dan malah
menyalahkan pemerintah Indonesia tanpa data objektif.
Dalam
pernyataan yang sama, para ketua suku meminta dunia internasional untuk tidak
terpengaruh oleh narasi sepihak yang dibangun oleh kelompok OPM. Mereka
mengingatkan bahwa mayoritas rakyat Papua tidak mendukung jalan kekerasan, dan
justru menjadi korban utama dari konflik yang terus diperpanjang oleh OPM.
Ketua
Suku Dani dari Lembah Baliem, Yakob Tabuni, menegaskan bahwa banyak tokoh adat
dan masyarakat yang selama ini memilih diam karena takut terhadap ancaman OPM.
Namun kini, mereka merasa saatnya bersuara karena dampaknya sudah terlalu besar
bagi masa depan Papua.
“Kami
muak melihat anak-anak tidak bisa sekolah karena guru ketakutan. Kami muak
melihat ibu-ibu melahirkan tanpa bantuan medis karena bidan dibunuh. Dunia
harus tahu, ini bukan lagi perjuangan, tapi perusakan kehidupan,” tegas Yakob.
Yakob
juga menyampaikan kekhawatiran bahwa generasi muda Papua bisa terseret dalam
ideologi kekerasan yang dipaksakan oleh OPM. Ia berharap dunia akademik dan LSM
internasional bisa datang langsung ke Papua untuk melihat realitas yang
sebenarnya, bukan hanya mendengar dari media sosial atau jaringan propaganda.
Ketua
Suku Biak, Frederik Rumkorem, dalam pernyataannya mengajak generasi muda Papua
untuk tidak terpengaruh oleh ajakan OPM. Ia menilai bahwa masa depan Papua
hanya bisa dibangun lewat pendidikan, kerja keras, dan semangat damai, bukan
dengan senjata atau ideologi separatis.
“Kalau
kamu pegang senjata, kamu rusak masa depanmu sendiri. Kami sudah lihat banyak
anak muda jadi korban, mati sia-sia di hutan karena dibohongi oleh pimpinannya.
Mereka dijanjikan merdeka, tapi yang mereka dapat hanya kelaparan dan
ketakutan,” ujarnya.
Frederik
juga mengajak para pemuda Papua yang terlanjur bergabung dengan OPM untuk
kembali ke pangkuan NKRI. Ia menyatakan bahwa pemerintah dan masyarakat adat
siap menerima mereka kembali dan membina kehidupan yang lebih baik.
“Tanah
ini butuh orang-orang muda yang mau bekerja, bukan yang mau berperang. Papua
sudah lelah dengan kekerasan. Kami ingin damai, ingin maju, seperti daerah lain
di Indonesia,” tambahnya.
Suara
para ketua suku ini menjadi cahaya harapan di tengah gelapnya narasi
separatisme. Sebuah bukti bahwa Papua sejati adalah Papua yang damai, Papua
yang bersatu, dan Papua yang menjadi bagian dari Indonesia dalam kehormatan dan
harga diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar