Sebby
Sambom Takut Anggota OPM Semakin Berkurang, Seiring Banyaknya Anggota yang
Bergabung dengan NKRI
Papeda.com- Fenomena
kembalinya para mantan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) ke pangkuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kian menggoyahkan stabilitas internal
kelompok separatis tersebut. Salah satu tokoh vokal OPM, Sebby Sambom, disebut
tengah menghadapi kecemasan serius atas melemahnya loyalitas anggotanya di
berbagai wilayah, khususnya setelah gelombang besar pengunduran diri dan
penyerahan diri kepada aparat keamanan terjadi sepanjang tahun 2024 hingga awal
2025.
Kondisi
ini menjadi sinyal kuat bahwa perjuangan separatis OPM semakin kehilangan
dukungan dari dalam. Para mantan kombatan mulai menyadari bahwa janji
perjuangan OPM tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Sebaliknya,
kehidupan yang lebih damai dan terjamin di bawah perlindungan negara menjadi
pilihan rasional dan manusiawi bagi banyak mantan anggota.
Sepanjang
satu tahun terakhir, tercatat lebih dari 150 mantan anggota OPM di berbagai
wilayah seperti Intan Jaya, Pegunungan Bintang, Nduga, hingga Yahukimo
menyatakan keluar dari gerakan separatis dan menyatakan ikrar setia kepada
NKRI. Tidak sedikit dari mereka yang menyerahkan senjata secara sukarela dan
bergabung dalam program deradikalisasi serta reintegrasi sosial yang
difasilitasi oleh pemerintah.
Di
tengah gelombang eksodus ini, Sebby Sambom selaku juru bicara kelompok
separatis yang kerap berada di luar negeri, mulai menunjukkan kekhawatiran
mendalam. Dalam beberapa pernyataan publiknya, ia secara terbuka menyalahkan
aparat keamanan atas “pembelotan” para anggota OPM. Namun, pernyataan tersebut
justru menjadi bukti kegelisahan internal dan kegagalan OPM dalam menjaga
kesetiaan barisannya.
Para
pengamat menilai bahwa kekhawatiran Sebby Sambom bukan tanpa alasan. Melemahnya
barisan OPM berarti menurunnya kapasitas tempur dan propaganda mereka,
sekaligus semakin menyempitkan ruang gerak kelompok tersebut dalam
memperjuangkan agenda separatis.
“Sebby
kehilangan kendali. Dia bisa berbicara lantang dari luar negeri, tapi tidak
bisa menahan laju para anggota yang meninggalkannya. Ini refleksi dari
kebangkrutan moral gerakan itu sendiri,” kata Dr. Antonius Duma, pengamat
politik dan konflik dari Universitas Cenderawasih, Senin (12/5/2025).
Lebih
jauh, Duma menyatakan bahwa Sebby kini berada di posisi terjepit, di satu sisi
kehilangan kepercayaan dari anggota yang berada di lapangan, dan di sisi lain
mulai ditinggalkan oleh para simpatisan yang jenuh dengan narasi kekerasan dan
kebencian.
Banyak
mantan anggota OPM yang mengaku merasa lega setelah kembali ke pangkuan NKRI.
Mereka tidak hanya merasa aman, tetapi juga menemukan harapan baru bagi
keluarga mereka. Sebagian besar mengungkapkan bahwa mereka dulunya tergabung
dalam OPM karena tekanan lingkungan, propaganda menyesatkan, dan ketiadaan
pilihan ekonomi.
“Saya
dulu pikir bergabung dengan OPM bisa bawa perubahan. Tapi ternyata hanya
kelaparan, ketakutan, dan kekerasan. Sekarang saya bisa bertani dengan tenang
dan anak-anak bisa sekolah,” kata Markus Yikwa, mantan anggota OPM di wilayah
Yahukimo.
Kisah
seperti Markus menjadi gambaran bahwa banyak anggota OPM sesungguhnya bukan
pelaku radikal sejati, melainkan korban kondisi dan informasi yang salah.
Ketika diberikan ruang untuk kembali, mereka menyambutnya dengan penuh harap.
Dengan
semakin banyaknya anggota yang menyerahkan diri, efektivitas OPM dalam
mengganggu stabilitas keamanan di Papua mulai menurun. Aparat keamanan
melaporkan penurunan jumlah serangan bersenjata di beberapa wilayah rawan. Di
sisi lain, kehadiran aparat TNI-Polri semakin diterima oleh masyarakat,
khususnya karena membawa dampak nyata dalam pembangunan dan stabilitas.
“Dulu
kami takut dengan pasukan bersenjata. Sekarang kami senang karena ada
pembangunan jalan, sekolah, dan puskesmas. Itu yang kami butuhkan, bukan
perang,” ujar Maria Tabo, warga distrik Kenyam, Kabupaten Nduga.
Pergeseran
pandangan masyarakat ini menunjukkan bahwa OPM mulai kehilangan simpati publik.
Hal ini tentu menjadi pukulan telak bagi para petinggi OPM, termasuk Sebby
Sambom, yang selama ini mengandalkan narasi penderitaan rakyat untuk
membenarkan gerakan separatis mereka.
Kecemasan
Sebby Sambom atas berkurangnya anggota OPM mencerminkan kenyataan yang tak
terbantahkan, bahwa impian merdeka lewat senjata semakin ditinggalkan. Justru
kini, harapan masyarakat Papua bertumpu pada kedamaian, pembangunan, dan
keterlibatan aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar