OPM Lakukan Kekerasan terhadap Warga Papua, Masyarakat Hidup dalam Ketakutan
Papeda.com- Aksi
kekerasan dan ancaman yang dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata
Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap masyarakat sipil di Papua kembali
mencuat ke permukaan. Dalam beberapa insiden terbaru, kelompok ini dilaporkan
melakukan penyanderaan, pemukulan, bahkan pembunuhan terhadap warga yang
dianggap tidak mendukung perjuangan mereka.
Fenomena
ini menuai kecaman luas dari berbagai elemen masyarakat Papua, yang menilai
bahwa tindakan OPM justru bertolak belakang dengan klaim mereka sebagai pejuang
kemerdekaan rakyat Papua.
“Kalau
mereka benar berjuang untuk rakyat, kenapa rakyat sendiri yang jadi korban?
Kami hanya ingin hidup tenang, tapi malah terus-terusan diintimidasi,” ujar
Obet Wanimbo, warga asal Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, yang keluarganya
menjadi korban pengusiran oleh kelompok bersenjata, Senin (21/4/2025).
Dalam
laporan terbaru yang diterima oleh Lembaga Perlindungan dan Advokasi Masyarakat
Papua (LPAMP), tercatat setidaknya 28 kasus kekerasan terhadap warga sipil
selama tiga bulan terakhir di wilayah Papua Pegunungan. Kasus-kasus ini
termasuk pemaksaan terhadap masyarakat untuk ikut dalam kegiatan kelompok
separatis, ancaman pembakaran rumah, serta penyitaan hasil panen warga sebagai
bentuk “iuran perjuangan”.
Ketua
LPAMP menyebut bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan OPM telah mencederai
nilai-nilai perjuangan dan menunjukkan wajah lain dari kelompok yang mengklaim
diri sebagai pembela rakyat.
“Ini
bukan perjuangan, tapi pemaksaan. Masyarakat menjadi korban utama. Mereka
kehilangan rumah, ladang, bahkan nyawa. Dan yang lebih menyedihkan, banyak yang
tak berani bersuara karena takut dibalas,” ungkap Ester.
Salah
satu insiden terbaru terjadi di Kabupaten Intan Jaya, di mana kelompok
bersenjata menyerang sebuah kampung karena warganya menolak memberi logistik.
Seorang guru honorer dilaporkan tewas akibat dipukul hingga meninggal,
sementara dua warga lainnya mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke
puskesmas terdekat.
Aparat
keamanan menyebut bahwa pola serangan terhadap masyarakat sipil sudah
berlangsung bertahun-tahun, namun eskalasinya meningkat setiap kali kelompok
separatis merasa terdesak.
Dampak
dari kekerasan ini sangat luas. Selain menyebabkan trauma, banyak warga
terpaksa mengungsi ke kota-kota terdekat, meninggalkan lahan pertanian dan
sekolah. Anak-anak berhenti belajar, ekonomi lokal lumpuh, dan kehidupan sosial
terganggu.
Tokoh
gereja dari Papua Barat, Pendeta Saul Nimbrot, menyerukan kepada seluruh pihak
untuk kembali pada jalan damai dan kemanusiaan.
“Kami
tidak butuh konflik, kami butuh kedamaian. Papua tidak akan merdeka melalui
darah saudara sendiri,” katanya dalam sebuah khotbah terbuka di Manokwari.
Kekerasan
yang dilakukan oleh OPM terhadap masyarakat Papua sendiri menjadi cermin pahit
bahwa perjuangan yang diklaim demi rakyat telah kehilangan arah. Masyarakat
yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban paling menderita.
Kini,
rakyat Papua tidak lagi tinggal diam. Suara mereka mulai bangkit dan menolak
menjadi alat dalam konflik berkepanjangan, dan mendambakan masa depan damai,
sejahtera, dan penuh harapan di tanah leluhur mereka, tanpa di hantui rasa
takut dari kelompok OPM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar