Sadis,
OPM Gunakan Anak-Anak untuk Angkat Senjata dan Membela Kelompok Separatis
Papeda.com- Kelompok
separatis bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menuai kecaman dari
berbagai kalangan setelah terungkap bahwa mereka merekrut anak-anak untuk mengangkat
senjata dan terlibat dalam aktivitas bersenjata. Praktik keji ini dianggap
sebagai bentuk pelanggaran berat terhadap hak anak dan hukum humaniter
internasional, sekaligus mencederai nilai-nilai budaya masyarakat Papua yang
menjunjung tinggi perlindungan terhadap generasi muda.
Informasi
mengenai penggunaan anak-anak sebagai “tentara kecil” dalam barisan OPM pertama
kali mencuat dari kesaksian warga dan tokoh adat yang melihat langsung
bagaimana anak-anak dipaksa membawa senjata, mengikuti pelatihan militer, serta
dijadikan tameng hidup dalam konfrontasi dengan aparat keamanan.
Tokoh
masyarakat dari Kabupaten Intan Jaya, Andreas Wakerkwa, mengecam keras tindakan
tidak manusiawi tersebut. “Anak-anak bukan alat perjuangan. Mereka harusnya
berada di sekolah, bukan di hutan dengan senjata. OPM telah merusak masa depan
Papua dengan menyeret anak-anak dalam konflik,” ujarnya dengan nada prihatin,
Minggu (6/7/2025).
Dalam
beberapa dokumentasi yang beredar di media sosial simpatisan OPM, terlihat
jelas anak-anak usia belasan tahun mengenakan atribut militer dan membawa
senjata laras panjang. Mereka tampak dilibatkan dalam barisan kelompok
separatis, dan bahkan diajari meneriakkan propaganda politik. Hal ini
menunjukkan bahwa OPM tidak hanya menggunakan anak-anak sebagai pelengkap
visual perjuangan mereka, tetapi juga sebagai alat propaganda yang sistematis.
Pendeta
Gereja Baptis di Lanny Jaya, Yeremia Murib, menyatakan bahwa tindakan tersebut
tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga nilai-nilai moral dan ajaran agama.
“Dalam ajaran iman kami, anak adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga.
Menjadikan mereka bagian dari kekerasan adalah bentuk kejahatan. Kami mengutuk
keras tindakan ini dan meminta seluruh tokoh Papua bersatu menolaknya,”
tegasnya.
Penggunaan
anak-anak dalam konflik bersenjata termasuk dalam kategori pelanggaran berat
Hak Asasi Manusia (HAM). Konvensi Internasional tentang Hak Anak, yang telah
diratifikasi Indonesia, secara tegas melarang perekrutan dan penggunaan
anak-anak di bawah usia 18 tahun dalam kegiatan militer.
Ketua
Dewan Adat Wilayah Meepago, Elias Dogopia, turut angkat bicara. Ia mengatakan
bahwa masyarakat Papua sudah sangat jenuh dengan konflik bersenjata yang terus
memakan korban, dan kini malah menyeret anak-anak ke dalamnya. “Ini bukan
perjuangan, ini penghancuran masa depan Papua. Kalau anak-anak sudah diajari
kekerasan sejak kecil, siapa yang akan membangun tanah ini ke depan?” katanya.
Masyarakat
Papua menginginkan kedamaian dan kemajuan, bukan generasi yang tumbuh dalam
ketakutan dan kekerasan. Sudah saatnya seluruh elemen bangsa bersatu untuk
menyelamatkan anak-anak Papua dari jeratan kekerasan OPM dan mengembalikan
mereka ke pelukan pendidikan, keluarga, dan masa depan yang lebih cerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar