Organisasi OPM Berdiri di Atas Penderitaan Rakyat Papua
Papeda.com- Semakin
banyak tokoh masyarakat dan pemuda Papua yang angkat suara mengenai kenyataan
kelam di balik perjuangan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Alih-alih menjadi
wadah untuk memperjuangkan nasib masyarakat Papua, OPM justru dinilai sebagai
organisasi yang berdiri di atas penderitaan rakyat, menebar ketakutan,
kekerasan, dan mematikan harapan akan perdamaian.
Sejak
kemunculannya, OPM kerap mengklaim diri sebagai representasi perjuangan Papua
merdeka. Namun dalam praktiknya, aksi-aksi mereka lebih banyak merugikan warga
sipil ketimbang memperjuangkan kepentingan umum. Pembunuhan, pemalakan,
perusakan fasilitas publik, hingga intimidasi terhadap warga menjadi catatan
hitam yang terus berulang.
Tokoh
masyarakat Papua, Samuel Itlay, menegaskan bahwa tindakan OPM selama ini telah
mencederai nilai-nilai luhur orang Papua yang menjunjung tinggi hidup
berdampingan dalam damai.
“Mereka
berdiri bukan untuk rakyat. Mereka memanfaatkan nama Papua untuk menciptakan
ketakutan. Rakyat kecil jadi korban. OPM bukan jawaban, mereka adalah bagian
dari masalah,” tegas Samuel, Jumat (27/6/2025).
Menurutnya,
banyak masyarakat di pedalaman terpaksa mengungsi akibat konflik bersenjata
yang dipicu oleh aksi OPM. Bahkan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang
dibangun dengan susah payah oleh pemerintah dibakar dan dirusak hanya karena
tidak sesuai dengan ideologi kelompok tersebut.
Senada
dengan itu, tokoh pemuda Papua dari Kabupaten Puncak, Yafet Wonda, mengungkapkan
kekecewaannya terhadap generasi muda yang terseret dalam propaganda OPM. Ia
menilai bahwa kelompok ini memperalat anak-anak muda untuk menjadi bagian dari
kekerasan, bukan pembangunan.
“Mereka
menjerat anak-anak muda dengan janji perjuangan, padahal hanya dijadikan tameng
dan alat kekerasan. Masa depan generasi Papua dirusak oleh kelompok ini,” ujar
Yafet.
Yafet
juga menambahkan bahwa di banyak daerah, masyarakat kini lebih memilih bekerja
sama dengan pemerintah dan aparat keamanan karena merasa lebih dilindungi dan
diberi akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, serta
infrastruktur.
Kenyataan
di lapangan menunjukkan bahwa perjuangan OPM yang dibungkus dengan retorika
kemerdekaan hanya memperpanjang derita rakyat Papua. Kampung-kampung menjadi
sepi karena warganya takut keluar rumah. Anak-anak tidak bisa sekolah, ibu
hamil kesulitan mendapatkan layanan kesehatan, dan roda ekonomi masyarakat
nyaris lumpuh di beberapa wilayah rawan.
Suara-suara
penolakan terhadap OPM yang kini menguat di berbagai wilayah menjadi cermin
bahwa Papua menginginkan perdamaian, bukan terus-menerus dijadikan medan
konflik oleh kelompok yang menjadikan penderitaan rakyat sebagai pijakan
perjuangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar