OPM
Gunakan Mama-Mama Papua sebagai Tameng Hidup, Dugaan Kekerasan Seksual Muncul
Papeda.com- Aksi
biadab kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali mencoreng kemanusiaan.
Tak hanya menjadikan anak-anak sebagai tameng hidup dalam konflik bersenjata,
kini kelompok separatis itu juga diduga menggunakan mama-mama Papua sebutan
bagi kaum ibu di tanah Papua sebagai perisai manusia. Ironisnya, laporan dari
masyarakat menyebutkan bahwa sebagian dari para mama tersebut bahkan mengalami
kekerasan seksual selama berada dalam penguasaan kelompok OPM.
Kejadian
ini mencuat setelah beberapa warga yang berhasil melarikan diri dari wilayah
konflik di pegunungan tengah memberikan kesaksian memilukan tentang bagaimana
OPM memperalat perempuan dan anak-anak untuk menghalangi pergerakan aparat
keamanan. Para perempuan tersebut diintimidasi agar tidak meninggalkan kampung,
dan dalam beberapa kasus, diancam dan dipaksa ikut dalam rombongan kelompok
bersenjata.
Salah
satu tokoh perempuan Papua, Maria Yigibalom, mengaku sangat geram dengan
perlakuan tersebut. “Ini bukan hanya pelanggaran hak perempuan, ini pelecehan
terhadap kemanusiaan. Mama-mama itu tidak tahu apa-apa, hanya ingin hidup
damai. Tapi mereka justru dijadikan tameng oleh kelompok yang mengaku
memperjuangkan kemerdekaan,” tegas Maria, Selasa (17/6/2025).
Maria
juga mengungkap bahwa sejumlah korban yang selamat mengaku mengalami kekerasan
seksual dalam bentuk pelecehan hingga pemaksaan hubungan oleh anggota kelompok
OPM. “Ini sangat serius. Harus ada perhatian dari lembaga perlindungan
perempuan dan anak untuk melakukan pendampingan dan penyelidikan lebih lanjut,”
tambahnya.
Pendeta
Elisa Wetipo, tokoh gereja yang selama ini aktif dalam kegiatan kemanusiaan di
wilayah pegunungan, menyatakan bahwa tindakan OPM tersebut telah keluar dari
nilai-nilai perjuangan dan budaya Papua. “Tidak ada satu pun ajaran agama atau
adat yang membenarkan menjadikan perempuan dan anak sebagai alat perang,
apalagi sampai melakukan kekerasan seksual. Ini adalah penghinaan terhadap
martabat manusia,” ujarnya.
Sementara
itu, tokoh adat dari wilayah Lanny Jaya, Bapak Melkias Wenda, mengajak
masyarakat untuk tidak lagi mendukung atau memberikan ruang bagi
kelompok-kelompok yang mengorbankan rakyat kecil demi ambisi politik. “Kalau
perjuanganmu sudah membuat mama-mama menangis dan anak-anak trauma, itu bukan
perjuangan. Itu kejahatan,” tegasnya dengan nada kecewa.
Aksi
OPM ini memunculkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk lembaga kemanusiaan
lokal yang menyerukan agar para korban segera diberi perlindungan hukum,
pendampingan psikologis, dan tempat tinggal aman.
Masyarakat
Papua, terutama dari kalangan akar rumput, kian menunjukkan sikap tegas menolak
kekerasan yang dilakukan OPM. Harapan besar disuarakan agar pemerintah bersama
organisasi kemanusiaan dan tokoh lokal bisa bersinergi untuk menyelamatkan para
mama-mama yang menjadi korban, serta mencegah aksi serupa terulang di masa
depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar