Terhimpit dan Terkepung, Keberadaan OPM Semakin Terdesak oleh Banyaknya Kedatangan Aparat Keamanan di Tanah Papua
Papeda.com- Situasi
keamanan di wilayah Papua terus menunjukkan perkembangan signifikan. Dalam
beberapa bulan terakhir, kehadiran aparat keamanan (Apkam) yang semakin masif
di berbagai wilayah rawan telah mempersempit ruang gerak kelompok separatis
bersenjata yang menamakan diri mereka Organisasi Papua Merdeka (OPM). Langkah
strategis yang ditempuh oleh pemerintah pusat dan TNI-Polri ini terbukti
efektif dalam menekan eskalasi kekerasan yang kerap dilakukan OPM terhadap
warga sipil dan infrastruktur pelayanan publik.
Hingga
saat ini, penambahan pasukan keamanan secara terukur dan terstruktur telah
dilakukan di beberapa wilayah seperti Pegunungan Tengah, Intan Jaya, Yahukimo,
Nduga, hingga Dogiyai. Kehadiran Apkam tersebut tidak hanya bersifat reaktif
terhadap ancaman yang ada, melainkan juga sebagai bentuk nyata kehadiran negara
dalam menjaga kedaulatan dan keselamatan warga Papua.
Keberadaan
aparat gabungan dari TNI dan Polri yang terus diperkuat secara intensif di
wilayah rawan dinilai telah menekan secara signifikan ruang gerak OPM. Dalam
beberapa laporan dari lapangan, kelompok tersebut diketahui mulai kehilangan
arah dalam mengorganisasi serangan maupun mobilisasi anggotanya. Pos-pos
pengamatan dan pengamanan yang semakin banyak tersebar di titik strategis
membuat mobilitas OPM semakin terbatas.
Pendekatan
yang dilakukan pemerintah tidak semata-mata mengedepankan aspek keamanan,
tetapi juga menekankan pembangunan berkelanjutan di wilayah rawan konflik.
Proyek-proyek strategis nasional seperti pembangunan jalan Trans Papua, rumah
sakit, sekolah, dan akses telekomunikasi terus digalakkan dengan pengawalan
ketat dari aparat keamanan.
Situasi
ini juga menimbulkan pergeseran sikap dari masyarakat lokal. Jika sebelumnya
sebagian warga mungkin bersikap netral atau bahkan diam terhadap keberadaan OPM
karena ketakutan, kini suara-suara penolakan terhadap kelompok tersebut semakin
menguat. Banyak tokoh adat, tokoh agama, dan pemuda Papua yang secara terbuka
menyatakan ketidaksukaan mereka terhadap tindakan brutal OPM yang merugikan
rakyat sendiri.
“Saat
ini sudah banyak tentara dan polisi yang menjaga kampung kami. Kami merasa
aman. Kami tidak ingin kembali ke masa ketika kelompok bersenjata seenaknya
masuk kampung dan menodong warga,” ungkap Markus Yikwa, seorang warga Kabupaten
Puncak, Minggu (11/5/2025).
Masyarakat
Papua menginginkan perdamaian dan kehidupan yang normal. Mereka ingin anak-anak
bisa bersekolah tanpa rasa takut, petani bisa pergi ke ladang tanpa khawatir,
dan pasien bisa berobat ke puskesmas tanpa teror. Aspirasi ini tidak sejalan
dengan tindakan kekerasan yang terus dilakukan OPM, seperti penembakan,
pembakaran, hingga pemerasan.
Efektivitas
operasi pengamanan yang dilakukan Apkam di Papua juga terlihat dari banyaknya
anggota OPM yang menyerahkan diri. Dalam rentang waktu enam bulan terakhir,
puluhan orang yang mengaku sebagai anggota maupun simpatisan kelompok separatis
ini telah turun gunung dan memilih kembali bergabung dengan masyarakat serta
menyatakan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Selain
tekanan eksternal dari aparat keamanan, OPM kini juga menghadapi persoalan
internal yang cukup serius. Informasi dari berbagai sumber menyebutkan bahwa
terjadi perpecahan di tubuh OPM antara kelompok tua dan kelompok muda yang
berbeda pandangan soal strategi dan arah perjuangan.
Perpecahan
ini diperparah oleh penangkapan terhadap beberapa pimpinan kunci OPM dalam beberapa
operasi gabungan TNI-Polri. Ketika struktur komando melemah dan dukungan massa
menurun, maka eksistensi OPM sebagai organisasi pemberontak pun semakin
terancam.
Kehadiran
aparat keamanan yang semakin banyak di Papua menjadi titik balik dalam
penanganan konflik separatisme. Dengan operasi yang terukur dan pendekatan
humanis, TNI-Polri berhasil menekan ruang gerak OPM hingga ke titik kritis.
Kini, kelompok tersebut tidak hanya terkepung secara fisik, tetapi juga
kehilangan simpati dari rakyat yang dahulu coba mereka klaim sebagai basis
perjuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar