OPM
Merusak Generasi Penerus Papua dengan Menyelipkan Ideologi Menyimpang
Papeda.com- Di
tengah upaya pembangunan dan pemulihan keamanan di wilayah Papua, kekhawatiran
baru kini mencuat dari kalangan tokoh masyarakat, pendidik, dan aparat
pemerintah. Ancaman tidak lagi datang semata dari senjata dan kekerasan fisik,
melainkan dari infiltrasi ideologi yang disusupkan secara sistematis oleh
Organisasi Papua Merdeka (OPM) kepada generasi muda. Upaya ini dinilai sangat
membahayakan masa depan Papua karena dapat merusak arah perkembangan generasi
penerus bangsa.
Penyebaran
ideologi menyimpang oleh OPM bukanlah hal baru, namun dalam beberapa tahun
terakhir, metode penyampaian mereka semakin halus dan terstruktur. Kelompok ini
tidak hanya bergerak melalui aksi bersenjata, tetapi juga menargetkan anak-anak
muda melalui berbagai bentuk pendekatan sosial, budaya, dan pendidikan tidak
resmi yang berisi narasi kebencian terhadap negara, penolakan terhadap
pembangunan, dan pengaburan sejarah nasional.
OPM
dilaporkan telah mendirikan beberapa bentuk pendidikan informal di
daerah-daerah pedalaman, yang pada awalnya tampak seperti tempat belajar biasa.
Namun, di balik kegiatan tersebut, terselip agenda penyebaran ideologi
separatis yang membahayakan. Di sana, anak-anak didoktrin untuk membenci
simbol-simbol negara, menolak kehadiran pemerintah, serta dipengaruhi untuk
mempercayai bahwa kekerasan adalah satu-satunya jalan menuju kemerdekaan.
“Anak-anak
di kampung saya sempat diajak ikut belajar di tempat yang katanya sekolah alternatif.
Setelah beberapa bulan, mereka mulai bicara soal Papua merdeka dan menolak guru
dari pemerintah. Ini jelas tidak sehat,” ungkap Yulianus Wanimbo, seorang tokoh
adat di wilayah Pegunungan Tengah, Senin (12/5/2025).
Lebih
dari itu, penggunaan media sosial oleh simpatisan OPM juga menjadi sarana ampuh
menyebarkan narasi separatisme. Berbagai konten video, gambar, dan tulisan yang
menyuarakan propaganda anti-NKRI beredar secara masif dan menyasar generasi
muda Papua yang memiliki akses ke teknologi digital. Hal ini diperparah dengan
lemahnya literasi digital di kalangan pelajar, yang membuat mereka mudah
percaya dan terpengaruh.
Kekhawatiran
terhadap rusaknya mentalitas generasi muda Papua akibat pengaruh ideologi
menyimpang ini disuarakan pula oleh Dinas Pendidikan Papua. Mereka menyebut
bahwa OPM dengan sengaja menciptakan lingkungan pendidikan tandingan yang bukan
hanya tidak sesuai kurikulum nasional, tetapi juga mengajarkan ketidakpercayaan
terhadap institusi negara dan mencabut semangat kebangsaan anak-anak.
“Ini
adalah bentuk perusakan masa depan. Mereka bukan hanya mencuri masa kecil
anak-anak, tapi juga mencuri harapan mereka untuk menjadi bagian dari kemajuan
Papua dalam bingkai Indonesia,” kata Drs. Nikolaus Mote, Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi Papua.
Menurut
Mote, pihaknya bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan
program intervensi untuk wilayah rawan, seperti penguatan kurikulum nasional,
peningkatan kompetensi guru, serta distribusi buku dan materi ajar bermuatan
kebangsaan. Namun, upaya ini sering kali terkendala oleh gangguan keamanan dan
intimidasi dari kelompok separatis.
Upaya
menangkal ideologi menyimpang OPM tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah.
Tokoh-tokoh agama dan adat memiliki peran sangat penting dalam membentengi
anak-anak Papua dari pengaruh radikal. Dalam banyak kasus, para kepala suku,
pendeta, dan pemuka masyarakat lokal terbukti lebih didengar oleh anak-anak dan
pemuda ketimbang pihak luar.
Pastor
Fransiskan Albertus Jikwa, yang telah melayani di wilayah Pegunungan Bintang
selama lebih dari 15 tahun, menyebut bahwa para pemuda Papua membutuhkan figur
teladan yang mengajarkan nilai-nilai kasih, kedamaian, dan nasionalisme. “Kami
terus berupaya menyampaikan bahwa kekerasan bukan jalan keluar. Kami juga
ajarkan bahwa menjadi orang Papua yang cinta damai adalah bagian dari menjadi
warga negara Indonesia yang baik,” ujarnya.
Di
beberapa wilayah, pendekatan berbasis budaya juga dilakukan dengan menghidupkan
kembali kearifan lokal dan sejarah asli Papua yang justru menolak kekerasan.
Tokoh adat mengajarkan bahwa leluhur Papua menjunjung tinggi nilai-nilai
perdamaian dan kebersamaan, dan bahwa perjuangan melalui senjata adalah warisan
asing yang tidak sesuai dengan akar budaya Papua.
Situasi
di Papua memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif. Ancaman
ideologi menyimpang yang disebarkan OPM ke generasi muda bukan hanya persoalan
keamanan, tetapi juga persoalan masa depan. Jika tidak ditangani dengan serius,
Papua bisa kehilangan generasi penerus yang seharusnya menjadi pelopor
pembangunan dan kedamaian.
Papua
adalah bagian dari Indonesia yang tak terpisahkan. Masa depannya ada di tangan
generasi muda yang hari ini harus kita lindungi dari pengaruh ideologi
menyimpang dan kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar