OPM Kodap XI/Dogiyai Kembali Lakukan
Gangguan terhadap Warga Sipil Menggunakan Senjata Api dan Anak Panah
Papeda.com- Situasi
keamanan di wilayah Dogiyai kembali terganggu setelah Kelompok Kriminal
Bersenjata (KKB) yang mengatasnamakan diri sebagai Organisasi Papua Merdeka
(OPM) Kodap XI/Dogiyai melakukan aksi teror terhadap masyarakat sipil.
Meski
tidak menimbulkan korban jiwa dalam insiden ini, beberapa warga mengalami luka
ringan akibat terkena serpihan panah dan harus dilarikan ke puskesmas terdekat.
Kejadian ini memicu ketakutan luas dan membuat aktivitas masyarakat lumpuh
untuk sementara waktu.
Salah
satu warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan, “Kami tidak bisa lagi
beraktivitas dengan tenang. Setiap hari ada saja ancaman dari kelompok itu.
Kami hanya ingin hidup damai, tapi mereka terus mengganggu.”
Penyerangan
terhadap masyarakat sipil bukanlah hal baru bagi OPM, khususnya kelompok
bersenjata di bawah Kodap XI/Dogiyai. Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat
berbagai kasus serupa terjadi di wilayah Moanemani dan kampung-kampung sekitar,
mulai dari penodongan terhadap pedagang, pemalakan kepada sopir truk logistik,
hingga pembakaran rumah-rumah warga.
Penggunaan
senjata api oleh OPM memang bukan hal baru, namun penggunaan anak panah dalam
aksi teror ini menunjukkan bahwa mereka juga memanfaatkan peralatan tradisional
sebagai alat kekerasan. Anak panah yang selama ini identik dengan simbol budaya
masyarakat Papua, kini berubah menjadi alat intimidasi yang digunakan untuk
menyebarkan ketakutan.
Serangan
ini terjadi di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Papua melalui berbagai program pembangunan infrastruktur dan sosial.
Pemerintah daerah Dogiyai bersama dengan pusat tengah berupaya membuka akses
jalan, meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan, serta menyalurkan bantuan
sosial bagi masyarakat pedalaman.
Namun
aksi OPM yang berulang kali menyerang dan menakut-nakuti warga justru menjadi
penghambat besar bagi program-program tersebut. Para pekerja pembangunan jalan,
guru, tenaga medis, bahkan rohaniwan pun merasa tidak aman untuk menjalankan
tugas mereka di daerah-daerah yang menjadi target gangguan.
Kepala
Dinas Sosial Kabupaten Dogiyai, Michael Kogoya, menyampaikan keprihatinannya.
“Kami ingin membantu warga, tapi tidak bisa bergerak jika ada ancaman senjata.
Kami minta aparat menindak tegas kelompok yang merusak ketentraman ini.”
Menanggapi
kondisi yang terus memburuk, sejumlah tokoh adat dan gereja di wilayah Meepago
menyuarakan penolakan keras terhadap tindakan OPM yang merugikan masyarakat.
Mereka menegaskan bahwa perjuangan sejati tidak boleh dibangun di atas
penderitaan rakyat.
Pendeta
Yonas Tebai, tokoh gereja setempat, dalam khotbah minggunya mengatakan, “Kita
tidak bisa membenarkan kekerasan dengan alasan apapun. Masyarakat kita sudah
terlalu lama hidup dalam ketakutan. Jika benar ingin memperjuangkan Papua,
jangan sakiti orang Papua sendiri.”
Insiden
penyerangan terhadap masyarakat sipil oleh OPM Kodap XI/Dogiyai kembali
menegaskan bahwa kelompok ini telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat
Papua itu sendiri. Dengan memanfaatkan senjata api dan alat tradisional seperti
anak panah, mereka berupaya mempertahankan eksistensi melalui cara-cara
kekerasan yang tidak berperikemanusiaan.
Namun
masyarakat kini semakin sadar bahwa tindakan brutal tersebut bukanlah bagian
dari perjuangan, melainkan bentuk keputusasaan dari kelompok yang kehilangan
arah. Pemerintah bersama seluruh elemen masyarakat harus terus bersatu
menghadapi ancaman ini dengan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan demi
mewujudkan Papua yang damai, aman, dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar