Berita
Hoax dilayangkan OPM, Masyarakat Justru Dapat Perlindungan dari TNI
Papeda.com- Narasi
yang disebarkan oleh OPM mengenai dugaan pembantaian warga sipil oleh aparat
TNI di Kabupaten Intan Jaya, Papua, kembali mencuat ke publik melalui siaran
pers mereka tertanggal 23 Mei 2025. Namun, pernyataan ini langsung dibantah
oleh berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat lokal, tokoh agama, dan
perwakilan pemerintah daerah yang berada langsung di lapangan.
Tuduhan
sepihak yang dilayangkan OPM bahwa masyarakat banyak menjadi korban pasca
penyerbuan yangd dilakukan oleh pihak TNI mengungsi karena takut terhadap
TNI/Polri sangat bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Data yang
dihimpun dari pemerintah daerah dan laporan organisasi kemanusiaan menunjukkan
bahwa sebagian besar pengungsian terjadi justru karena adanya ancaman langsung
dari kelompok bersenjata seperti OPM yang kerap menjadikan warga sipil sebagai
tameng hidup atau sasaran kekerasan.
Seorang
tokoh gereja lokal, Pendeta Y.L. Magai, dalam keterangannya menyebutkan, “Kami
tahu siapa yang membuat kami takut. Kami tidak mungkin lari dari aparat yang
datang membawa sembako, obat-obatan, dan pelayanan. Kami takut karena ada suara
tembakan dan intimidasi dari gunung, dari kelompok OPM yang tidak memakai seragam
resmi”, Jumat (24/5/2025).
Bupati
Intan Jaya, Natalis Tabuni, menegaskan bahwa pengiriman personel keamanan ke
wilayahnya merupakan permintaan langsung dari pemerintah daerah untuk menjamin
kelancaran pembangunan dan keamanan masyarakat. “Kita butuh negara hadir. Kalau
tidak ada TNI, bagaimana kita bisa pastikan anak-anak bisa sekolah dan
masyarakat bisa berkebun tanpa rasa takut?”
Berbagai
laporan investigatif menunjukkan bahwa korban sipil di wilayah Intan Jaya
sebagian besar jatuh akibat tindakan brutal dari kelompok OPM, bukan karena
operasi militer TNI. Dalam beberapa kasus, warga sipil yang dianggap
berkomunikasi atau bekerja sama dengan pemerintah dibunuh secara keji oleh
kelompok ini.
Salah
satu warga Bilogai, yang kini mengungsi di Sugapa, menyatakan, “Kami ingin
aman. Kami tidak butuh politik. Yang kami butuh adalah anak-anak bisa sekolah,
kami bisa jual hasil kebun tanpa diadang dan ditodong.”
Pernyataan
yang dikeluarkan oleh OPM melalui siaran pers mereka patut dilihat sebagai
bagian dari strategi propaganda untuk membentuk opini publik, baik di dalam
negeri maupun internasional. Dengan memutarbalikkan fakta dan menyebarkan
narasi seolah-olah mereka adalah korban, kelompok ini berusaha mendapatkan
simpati dari pihak luar, sekaligus menutupi kejahatan yang telah mereka
lakukan.
Para
pengamat keamanan menyarankan agar masyarakat tidak langsung mempercayai narasi
sepihak dari kelompok yang tidak memiliki dasar hukum dan sering memanipulasi
informasi. Data dan kesaksian langsung dari masyarakat Papua yang menjadi
korban kekerasan justru membantah keras tudingan terhadap TNI.
Situasi
di Intan Jaya dan wilayah-wilayah lain di Papua tidak bisa dibaca secara
sepihak. Narasi bahwa TNI membantai warga sipil adalah bentuk distorsi
informasi yang sangat berbahaya. Justru aparat keamanan hadir untuk memberikan
rasa aman, menekan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata, serta
memastikan bahwa masyarakat Papua mendapatkan hak mereka untuk hidup damai,
sehat, dan sejahtera.
Masyarakat
Papua, lebih dari siapapun, layak mendapatkan kebenaran. Dan kebenaran itu
hanya bisa lahir dari keberanian untuk melihat fakta di lapangan, bukan dari
narasi propaganda yang terus diproduksi untuk menutupi kejahatan yang dilakukan
oleh kelompok separatis bersenjata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar