Warga
Papua Dukung Penegakan Hukum untuk Memberantas Keberadaan OPM di Papua
Papeda.com- Suara
masyarakat Papua kini semakin tegas dalam mendukung penegakan hukum terhadap
kelompok bersenjata yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Dukungan ini mencerminkan kesadaran kolektif masyarakat akan pentingnya
stabilitas keamanan dan kehidupan damai di tanah kelahiran mereka. Dalam
berbagai pernyataan, warga Papua menyatakan bahwa keberadaan OPM justru
memperpanjang rantai kekerasan, menghambat pembangunan, dan mengancam
keselamatan mereka sendiri.
OPM
yang selama ini mengklaim memperjuangkan kemerdekaan Papua, dinilai oleh
sebagian besar warga justru menciptakan ketakutan dan memecah belah masyarakat.
Aksi-aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini, mulai dari penyanderaan
warga sipil, penembakan aparat, hingga perusakan fasilitas umum, telah membuat
banyak masyarakat merasa tidak aman. Dalam kondisi demikian, dukungan terhadap
aparat keamanan (TNI/Polri) dan penegakan hukum menjadi pilihan rasional dan
sah bagi warga yang mendambakan kedamaian.
Beberapa
waktu terakhir, di sejumlah daerah di Papua, masyarakat secara terbuka
menyatakan dukungannya terhadap pemerintah dan aparat keamanan dalam upaya
menumpas kelompok separatis bersenjata. Di Kabupaten Puncak, warga menggelar
doa bersama dan deklarasi dukungan terhadap operasi penegakan hukum yang
dilakukan TNI-Polri untuk menjaga ketertiban di wilayah mereka.
"Kami
ingin hidup tenang. Kami ingin anak-anak kami bisa sekolah tanpa takut. Kami
tidak ingin lagi menjadi tameng atau korban kekerasan dari OPM," ungkap
Yohanes Telenggen, tokoh masyarakat di Distrik Ilaga, Jumat (25/4/2025).
Hal
serupa juga terjadi di Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Intan Jaya, di mana
tokoh adat, tokoh agama, serta pemuda menyatakan bahwa tindakan OPM selama ini
tidak mewakili kehendak rakyat Papua secara keseluruhan. Menurut mereka,
mayoritas masyarakat Papua lebih menginginkan hidup damai dan terlibat dalam
pembangunan, daripada terus-menerus terjebak dalam konflik bersenjata yang tak
berujung.
Dalam
beberapa tahun terakhir, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh OPM menunjukkan
kecenderungan yang semakin brutal. Kelompok ini tidak segan-segan menyasar
warga sipil yang dianggap tidak sejalan dengan perjuangan mereka. Guru, tenaga
medis, pekerja proyek pembangunan, bahkan pendeta dan tokoh adat yang
menyerukan perdamaian, menjadi sasaran kekerasan.
Fasilitas
pendidikan dan kesehatan dibakar, warga dipaksa memberikan dukungan logistik,
dan jalur transportasi diputus. Dalam beberapa kasus, anggota OPM memanfaatkan
rumah-rumah ibadah atau pemukiman warga sebagai markas persembunyian, yang
tidak hanya mengorbankan keselamatan masyarakat, tetapi juga menodai
nilai-nilai budaya dan agama yang dijunjung tinggi.
“Saya
sudah tidak bisa lagi tinggal di kampung halaman karena takut. Kelompok
bersenjata sering datang meminta makanan dan mengancam keluarga saya,” ujar
Maria Enumbi, pengungsi asal Nduga yang kini menetap di Jayapura.
Tindakan-tindakan
seperti ini memperjelas bahwa OPM telah menjelma menjadi ancaman nyata terhadap
keamanan dan hak asasi masyarakat Papua sendiri. Oleh karena itu, penegakan
hukum terhadap kelompok ini menjadi penting demi keselamatan bersama.
Tokoh-tokoh
adat dan agama memainkan peran strategis dalam meredakan konflik dan memperkuat
persatuan masyarakat Papua. Dalam banyak kesempatan, para tokoh ini mengajak
warga untuk menjauhi kekerasan dan mendukung penyelesaian damai di bawah
naungan NKRI.
Pendeta
Markus Douw, salah satu tokoh gereja di Kabupaten Jayawijaya, menyatakan bahwa
kekerasan bukanlah jalan yang benar. “Kami, tokoh agama, percaya bahwa
perdamaian adalah jalan terbaik. Kita harus mendukung upaya pemerintah dalam
menjaga stabilitas. OPM sudah terlalu sering menciptakan penderitaan, bukan
solusi,” tegasnya dalam sebuah diskusi lintas iman yang digelar awal bulan ini.
Hal
senada diungkapkan oleh Ketua Lembaga Adat La Pago, Antonius Murib, yang
menegaskan bahwa Papua tidak bisa maju jika terus berada dalam bayang-bayang
ancaman kekerasan. Ia menyatakan bahwa masyarakat adat kini lebih fokus pada
pendidikan, pertanian, dan pembangunan ekonomi lokal.
“Kami
ingin generasi muda kami punya masa depan yang baik. Itu tidak bisa terjadi
kalau kita terus hidup dalam konflik,” katanya.
Dukungan
masyarakat Papua terhadap aparat keamanan juga disertai dengan harapan agar
aparat bertindak secara tegas, terukur, dan profesional dalam menghadapi
ancaman OPM. Penegakan hukum yang dilakukan harus tetap mengedepankan prinsip
hak asasi manusia, serta membedakan secara jelas antara masyarakat sipil dan
kelompok bersenjata.
Kolaborasi
antara TNI/Polri dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam meredam
konflik di Papua. Di berbagai tempat, seperti di Distrik Kenyam dan Distrik
Sugapa, sinergi ini telah membuahkan hasil. Warga memberikan informasi kepada
aparat mengenai aktivitas kelompok bersenjata di sekitar mereka, dan aparat
memberikan jaminan perlindungan kepada warga yang melapor.
Pada
akhirnya, suara mayoritas warga Papua sangat jelas: mereka ingin hidup damai.
Mereka ingin keluar dari bayang-bayang ketakutan, dari lingkaran kekerasan yang
terus membelenggu generasi muda Papua. Mereka ingin pembangunan, pendidikan,
dan akses terhadap pelayanan dasar. Semua itu tidak akan bisa terwujud jika ancaman
OPM terus dibiarkan.
Dukungan
masyarakat terhadap penegakan hukum terhadap OPM merupakan refleksi dari
harapan untuk masa depan Papua yang lebih baik kedepannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar