OPM
Eksploitasi Pelajar untuk Propaganda: Ancaman Baru bagi Masa Depan Papua
Papeda.com- Kelompok
separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menunjukkan taktik keji dalam
memperjuangkan agenda politiknya. Informasi terbaru dari aparat keamanan dan laporan
sejumlah tokoh masyarakat menyebutkan bahwa OPM mulai memanfaatkan pelajar di
Papua untuk dijadikan alat propaganda. Tindakan ini dikhawatirkan memperburuk
masa depan generasi muda Papua, sekaligus menegaskan bahwa OPM semakin
kehilangan legitimasi moral dalam memperjuangkan tujuannya.
Bukti-bukti
di lapangan menunjukkan bahwa OPM sengaja melibatkan anak-anak sekolah dalam
berbagai kegiatan berbau politis, mulai dari pawai, pengibaran bendera Bintang
Kejora, hingga pembuatan video yang disebarluaskan ke media sosial. Praktik ini
jelas melanggar norma hukum nasional dan internasional yang melindungi
anak-anak dari keterlibatan dalam konflik politik dan kekerasan.
Tindakan
OPM ini jelas melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak yang telah diatur
dalam berbagai konvensi internasional, termasuk Konvensi Hak Anak PBB yang
telah diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Pakar
hukum internasional dari Universitas Padjadjaran, Prof. Hikmahanto Juwana,
mengecam keras eksploitasi anak-anak dalam konflik politik.
"Melibatkan
anak-anak dalam aktivitas politik, apalagi bersifat separatis, merupakan
pelanggaran serius terhadap hak-hak anak. Anak-anak berhak atas pendidikan,
keamanan, dan masa depan yang cerah, bukan dijadikan alat kepentingan
politik," ujar Prof. Hikmahanto, Selasa (29/4/2025).
Ia
menambahkan bahwa praktik ini juga dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan
psikologis terhadap anak-anak, yang berdampak jangka panjang pada perkembangan
mental dan sosial mereka.
Menanggapi
situasi ini, pemerintah pusat dan daerah telah mengambil langkah cepat. Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga,
menyatakan bahwa pemerintah memperkuat program perlindungan anak di wilayah
Papua, termasuk di daerah-daerah rawan konflik.
"Kami
mengutuk keras pelibatan anak-anak dalam propaganda separatis. Kami bersama
aparat keamanan dan pemerintah daerah sedang memperkuat perlindungan terhadap
pelajar, termasuk dengan menghadirkan pendidikan damai di sekolah-sekolah,"
ujar Menteri Bintang.
Program-program
seperti peningkatan kualitas guru, penyuluhan nilai-nilai nasionalisme, serta
bantuan psikososial bagi anak-anak korban konflik mulai dijalankan lebih
intensif sejak awal tahun 2025.
Salah
satu guru di Kabupaten Puncak, yang tidak ingin disebutkan namanya,
menceritakan bagaimana anak-anak didesak oleh kelompok separatis untuk
mengikuti aksi-aksi propaganda.
"Anak-anak
diancam jika tidak mau ikut pawai atau tidak mau menyanyikan lagu-lagu
separatis. Mereka ketakutan, tapi tidak bisa melawan karena OPM membawa
senjata," kata guru tersebut.
Ia
menambahkan bahwa banyak guru di daerah rawan merasa khawatir akan keselamatan
mereka dan para murid, mengingat aparat negara tidak selalu bisa hadir di
setiap saat.
"Saya
berharap pemerintah memperbanyak pengamanan dan mempercepat pembangunan di
daerah kami, agar anak-anak bisa belajar dengan aman," tambahnya.
Sebagai
bagian dari pendekatan non-kekerasan, pemerintah dan organisasi masyarakat
sipil kini mendorong program-program edukasi damai untuk mencegah radikalisasi
anak-anak di Papua.
Program
seperti Sekolah Damai Papua telah mulai diterapkan di beberapa distrik. Program
ini mengajarkan nilai-nilai toleransi, cinta tanah air, serta resolusi konflik
tanpa kekerasan kepada para pelajar.
Direktur
Yayasan Harapan Papua, Maria Mandowen, mengatakan bahwa pendidikan damai
menjadi kunci untuk memutus siklus kekerasan di Papua.
"Kalau
sejak kecil anak-anak sudah dijejali narasi kebencian, mereka akan tumbuh
menjadi generasi yang penuh luka. Tapi kalau sejak kecil mereka diajarkan
tentang damai, masa depan Papua akan lebih cerah," ujarnya.
Eksploitasi
pelajar oleh OPM untuk kepentingan propaganda separatis tidak hanya mencederai
hak-hak anak, tetapi juga menunjukkan bahwa kelompok ini semakin kehilangan
basis perjuangan yang bermartabat.
Masa
depan Papua ada di tangan anak-anaknya. Tidak boleh ada satu pun pihak yang
mencuri harapan mereka dengan kekerasan dan propaganda sesat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar