OPM
Diduga Lakukan Penyanderaan Usai Tewaskan 11 Pegawai Tambang di Yahukimo
Papeda.com-
Kelompok bersenjata yang diduga merupakan bagian dari Organisasi Papua Merdeka
(OPM) kembali melakukan aksi kekerasan yang menggemparkan publik. Insiden
tragis terjadi di Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua
Pegunungan, pada awal April 2025. Dalam serangan brutal tersebut, sebanyak 11
orang pegawai tambang dilaporkan tewas dibunuh secara kejam oleh kelompok
bersenjata, disusul dengan aksi penyanderaan terhadap sejumlah korban lainnya.
Menurut
laporan resmi dari Kepolisian Daerah Papua, para korban merupakan pekerja
tambang emas rakyat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Mereka diketahui bekerja di lokasi
tambang yang tidak memiliki izin resmi, namun telah beroperasi secara
tradisional selama beberapa bulan terakhir.
“Sebanyak
11 korban jiwa telah ditemukan, semuanya dalam kondisi meninggal dunia dengan
luka tembak dan senjata tajam. Tim evakuasi sedang berusaha menjangkau lokasi
yang sangat terpencil dan hanya bisa diakses melalui jalur udara,” ujar Benny
dalam konferensi pers di Jayapura, Jumat (11/04/2025).
Tak
lama setelah pembantaian tersebut, kelompok bersenjata yang mengklaim sebagai
bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) disebut telah
membawa lari sejumlah warga sipil ke dalam hutan. Aksi ini diduga merupakan
bentuk penyanderaan terhadap pendatang yang dianggap sebagai bagian dari
“mata-mata dari TNI-Polri”.
Juru
bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, dalam pernyataan yang dirilis melalui kanal
media sosial kelompok tersebut, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan
bertanggung jawab atas serangan tersebut. Ia menuduh para pekerja tambang
sebagai “mata-mata dari pihak TNI dan Polri”.
“TPNPB
telah mengambil tindakan tegas terhadap operasi tambang ilegal di Yahukimo. Ini
adalah peringatan kepada semua pendatang yang menjadikan dirinya sebagai
mata-mata untuk TNI-Polri,” tulis Sambom dalam pernyataannya.
Namun
demikian, hingga saat ini belum ada informasi pasti mengenai jumlah sandera,
kondisi mereka, maupun lokasi pasti tempat mereka ditahan.
Tim
gabungan TNI-Polri dilaporkan telah dikerahkan ke wilayah Yahukimo, dengan
fokus pada misi penyelamatan sandera, pemulihan keamanan, serta investigasi
lebih lanjut terkait jaringan kelompok bersenjata yang terlibat.
Tragedi
ini kembali memunculkan trauma mendalam di kalangan masyarakat Papua, khususnya
komunitas pendatang yang menggantungkan hidup dari aktivitas ekonomi di wilayah
pegunungan. Sejumlah keluarga korban di Makassar, Kupang, dan Surabaya telah
dihubungi oleh pihak kepolisian dan tengah menanti kepastian nasib sanak
saudara mereka.
“Adik
saya baru dua bulan kerja di sana. Kami tidak tahu kalau tempat itu sangat
berbahaya,” ujar Risna, kakak salah satu korban asal Sulawesi Selatan, dengan
suara bergetar saat diwawancarai media lokal.
Banyak
warga kini memilih meninggalkan lokasi tambang dan kembali ke daerah asal
mereka karena ketakutan akan serangan susulan.
Tragedi
di Yahukimo menjadi pengingat pahit akan kompleksitas persoalan Papua, di mana
ketegangan antara kepentingan ekonomi, aspirasi politik, dan keamanan
masyarakat sipil terus bergulir tanpa solusi nyata. Pemerintah Indonesia kini
dihadapkan pada tantangan besar untuk tidak hanya merespons secara taktis
terhadap insiden kekerasan, tetapi juga menyusun strategi jangka panjang untuk
membawa Papua ke dalam kondisi damai dan adil bagi semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar