Aksi
Penghadangan dan Pembegalan oleh OPM Semakin Meresahkan Warga Sipil di Papua
Papeda.com- Kelompok
bersenjata yang tergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali
menunjukkan aksi-aksi yang mengancam keselamatan masyarakat sipil di sejumlah
wilayah Papua. Tindakan penghadangan dan pembegalan terhadap warga sipil yang
sedang melakukan aktivitas sehari-hari kian marak terjadi, dan menimbulkan
ketakutan mendalam di kalangan masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di
daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau aparat keamanan.
Dalam
beberapa bulan terakhir, berbagai laporan dari warga dan tokoh masyarakat
menunjukkan bahwa kelompok OPM kerap menghentikan kendaraan warga di
jalan-jalan kampung maupun jalur penghubung antar distrik. Dalam aksi tersebut,
mereka merampas barang-barang milik warga, mulai dari bahan makanan, uang
tunai, hasil kebun, hingga kendaraan bermotor. Tak jarang, aksi tersebut
disertai dengan ancaman kekerasan fisik jika warga menolak memberikan barang
miliknya.
Menurut
keterangan warga Kampung Geselema, Kabupaten Nduga, kelompok OPM secara
terang-terangan menghadang sejumlah warga yang tengah kembali dari pasar
tradisional. Mereka memaksa warga menyerahkan barang belanjaan, ponsel, dan
uang hasil penjualan tanpa memberi alasan jelas, selain mengklaim bahwa itu
adalah “bantuan untuk perjuangan”.
“Kami
takut bicara. Mereka bawa senjata, kalau tidak kasih, bisa dipukul atau
ditembak. Kami ini cuma rakyat kecil, mau cari makan saja susah,” ujar seorang
ibu rumah tangga yang menjadi korban, dengan suara bergetar, Kamis (17/4/2025).
Kejadian
serupa juga dilaporkan terjadi di Distrik Sugapa, Intan Jaya, di mana
sekelompok orang bersenjata menghentikan kendaraan pengangkut hasil kebun
warga, kemudian membawa lari semua muatan dan meninggalkan sopir dalam kondisi
trauma berat.
Aksi
pembegalan dan penghadangan ini memberikan dampak serius terhadap aktivitas
ekonomi dan sosial masyarakat. Warga yang hendak menjual hasil tani atau
membeli kebutuhan pokok kini merasa takut untuk bepergian. Transportasi
antarkampung menjadi lumpuh, dan harga bahan pokok di sejumlah wilayah melonjak
akibat gangguan distribusi barang.
“Sudah
beberapa minggu warga tidak bisa ke pasar. Barang-barang langka, harga naik dua
kali lipat. Ini menyulitkan semua orang, terutama anak-anak dan orang tua,”
kata kepala kampung di wilayah Yahukimo.
Selain
itu, aksi-aksi ini juga menyebabkan trauma psikologis yang mendalam, terutama
bagi perempuan dan anak-anak yang menjadi saksi langsung aksi intimidasi dan
kekerasan.
Para
tokoh masyarakat dan pemuka adat di Papua mengecam keras aksi-aksi OPM yang
semakin meresahkan dan tidak manusiawi. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut
sama sekali tidak mencerminkan perjuangan, melainkan bentuk kriminalitas yang
merugikan rakyat Papua sendiri.
Tokoh
adat dari Pegunungan Bintang, Yance Kogoya, menyatakan bahwa kelompok OPM telah
menyimpang jauh dari narasi perjuangan yang mereka klaim selama ini.
“Kalau
mereka benar membela rakyat, mengapa rakyat sendiri yang jadi korban? Ini bukan
perjuangan, ini perampokan,” ujarnya tegas.
Yance
juga menyerukan agar masyarakat yang masih bergabung atau mendukung kelompok
OPM untuk membuka mata dan melihat kenyataan bahwa tindakan mereka tidak
membawa manfaat, justru membawa penderitaan.
Aksi
penghadangan dan pembegalan oleh kelompok OPM merupakan bentuk pelanggaran
serius terhadap hak-hak sipil dan kemanusiaan. Tindakan ini tidak hanya merusak
citra perjuangan yang diklaim kelompok tersebut, tetapi juga secara langsung
memiskinkan dan menyengsarakan rakyat Papua. Saatnya seluruh elemen masyarakat
bersatu menjaga kedamaian, menolak kekerasan, dan bersama-sama membangun Papua
yang lebih aman, adil, dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar