Mengapa
OPM Kini Banyak Menyerang Warga Sipil di Papua Pegunungan dan Papua Tengah?
Papeda.com- Dalam beberapa waktu terakhir, serangkaian serangan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata yang mengatasnamakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah telah memunculkan banyak pertanyaan dan keprihatinan. Serangan-serangan ini, yang tidak hanya menyasar aparat keamanan tetapi juga warga sipil, menimbulkan dugaan bahwa kelompok tersebut mengalami tekanan dan kebingungan akibat strategi yang diterapkan oleh TNI/Polri.
TNI dan Polri dalam beberapa tahun terakhir telah meningkatkan operasi keamanan di wilayah Papua. Strategi ini melibatkan penyisiran daerah-daerah rawan konflik, operasi intelijen, serta pendekatan teritorial yang bertujuan untuk mempersempit ruang gerak kelompok bersenjata. Tekanan ini memaksa kelompok OPM untuk berpindah-pindah tempat, terutama ke wilayah terpencil seperti pegunungan atau hutan lebat.
Menurut sejumlah pengamat keamanan, strategi ini membuat OPM kehilangan basis logistik dan jalur komunikasi yang sebelumnya mereka andalkan. Situasi tersebut membuat kelompok ini kesulitan untuk melakukan serangan terorganisir terhadap aparat keamanan, sehingga mereka beralih ke target yang lebih mudah, yakni warga sipil yang tidak memiliki perlindungan memadai.
Serangan terhadap warga sipil juga dianggap sebagai bagian dari strategi teror dan propaganda. Dengan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat, OPM berupaya menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu menjamin keamanan di wilayah Papua. Langkah ini, meski bertujuan untuk menekan pemerintah, justru semakin mengisolasi kelompok tersebut dari simpati masyarakat lokal, yang menjadi korban langsung dari aksi kekerasan tersebut.
“Ketika mereka menyerang warga sipil, itu menunjukkan bahwa mereka semakin terdesak. Ini adalah upaya untuk menciptakan kekacauan dan mengalihkan perhatian dari kelemahan mereka sendiri,” kata, seorang pengamat konflik di kawasan timur Indonesia.
Selain tekanan eksternal dari TNI/Polri, OPM juga dilaporkan menghadapi tantangan internal berupa perpecahan di antara kelompok-kelompok yang ada di dalamnya. Tidak adanya struktur komando yang terpusat menyebabkan tindakan mereka sering kali tidak terkoordinasi, sehingga sulit bagi kelompok ini untuk merumuskan strategi yang efektif. Beberapa fraksi bahkan terlibat dalam konflik internal untuk memperebutkan pengaruh, yang semakin memperlemah posisi mereka secara keseluruhan.
Dalam situasi seperti ini, serangan terhadap warga sipil terkadang dilakukan oleh oknum tertentu yang tidak sepenuhnya tunduk pada garis perjuangan utama. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan mereka semakin tidak terarah, menandakan kebingungan dan kehilangan visi perjuangan.
Sayangnya, masyarakat sipil menjadi pihak yang paling dirugikan dalam konflik ini. Banyak warga terpaksa meninggalkan kampung halaman dan hal ini terjadi di Distrik Kroptak, Kabupaten Nduga yang terjadi akhir-akhir ini karena mereka merasa tidak aman. Selain itu, serangan terhadap warga sipil juga mengganggu aktivitas ekonomi dan sosial di wilayah Papua Pegunungan dan Papua Tengah, yang selama ini sudah menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan akses infrastruktur dan pelayanan dasar.
“Masyarakat kami hanya ingin hidup damai. Kami tidak tahu kenapa mereka menyerang kami, padahal kami tidak terlibat apa pun,” kata seorang warga yang selamat dari serangan di Distrik Kroptak, Kabupaten Nduga.
Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk terus melindungi masyarakat Papua melalui pendekatan yang tidak hanya mengedepankan keamanan, tetapi juga pembangunan dan dialog. Presiden Prabowo Subianto, misalnya, menekankan pentingnya membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi konflik di Papua.
Namun, keberhasilan pendekatan ini membutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk masyarakat sipil, tokoh adat, dan pemimpin agama, untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi perdamaian.
Serangan OPM terhadap warga sipil di Papua Pegunungan dan Papua Tengah mencerminkan tekanan yang mereka alami akibat strategi yang diterapkan TNI/Polri. OPM semakin tertekan dengan strategi yang dilakukan oleh pihak TNI/Polri, alhasil OPM belakangan menyerang warga sipil yang mengakibatkan warga Distrik Kroptak mengungsi sebanyak 200 jiwa kedalam area pegunungan, yang mengakibatkan pembakaran serta penjarahan rumah warga di Distrik tersebut.
OPM
benar-benar sudah kehabisan akal dengan strategi yang buat oleh TNI/Polri dan
mereka saat ini melibatkan warga sipil untuk dijadikan tameng hidup yang
melibatkan warga sipil, namun cara OPM tersebut salah dan malah menjadikan nama
OPM semakin buruk di kalangan masyarakat khususnya di Papua Pegunungan dan
Papua Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar