Sebby Sambom mengklaim Pemerintah Indonesia gunakan mata-mata untuk memantau aktivitas OPM

Papeda.com – Tuduhan dari pihak Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) bahwa pemerintah Indonesia menggunakan warga asli Papua sebagai intelijen untuk memata-matai mereka menuai perdebatan sengit. Dalam pernyataan terbaru, Sebby Sambom, juru bicara OPM, menyebut bahwa pemerintah Indonesia memanfaatkan warga Papua untuk mengadu domba antar suku dan melaporkan aktivitas OPM. Pernyataan ini memancing reaksi keras dari masyarakat lokal yang merasa dirugikan oleh tuduhan tersebut.

Sebby Sambom menegaskan bahwa pemerintah Indonesia menggunakan strategi kolonial untuk menguasai Papua, salah satunya dengan melibatkan warga sipil sebagai informan. Menurut Sambom, tindakan ini sengaja dilakukan untuk menciptakan ketegangan antar suku di Papua. “Ini adalah taktik kolonial. Pemerintah Indonesia memanfaatkan warga Papua sebagai alat untuk menghancurkan solidaritas kami dan mengadu domba kami dengan saudara kami sendiri,” ujarnya dalam sebuah wawancara.

Lebih jauh, Sambom menyebut bahwa warga sipil yang dianggap sebagai intelijen diminta melaporkan setiap aktivitas TPNPB-OPM kepada pihak keamanan Indonesia. Hal ini, menurut Sambom, telah merusak hubungan antara OPM dan masyarakat Papua yang selama ini menjadi basis dukungan mereka.

Namun, tuduhan tersebut mendapat bantahan tegas dari sejumlah warga di wilayah konflik, khususnya di Intan Jaya. Warga menegaskan bahwa mereka tidak pernah dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia, melainkan secara sukarela melaporkan keberadaan OPM karena merasa dirugikan oleh aktivitas kelompok bersenjata tersebut.

“Tidak benar kami digunakan pemerintah Indonesia untuk menjadi mata-mata OPM. Kami sendiri yang melaporkan keberadaan mereka karena sudah banyak korban yang jatuh akibat ulah mereka. Saat Pilkada, kami menjadi sasaran konflik yang mereka ciptakan dengan mengadu domba antar suku,” ungkap seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya.

Warga juga menyatakan bahwa keberadaan OPM telah membawa ketakutan dan ketidakstabilan di wilayah mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, aksi kelompok bersenjata tersebut kerap dikaitkan dengan penculikan, pembunuhan, dan intimidasi terhadap warga yang tidak mendukung perjuangan mereka. Situasi ini membuat masyarakat semakin enggan untuk mendukung kelompok tersebut.

Tuduhan bahwa pemerintah Indonesia memanfaatkan warga Papua sebagai mata-mata bukanlah hal baru. Namun, dalam konteks kali ini, klaim tersebut dinilai banyak pihak sebagai upaya OPM untuk mengalihkan perhatian dari kritik masyarakat terhadap aktivitas mereka. Pengamat konflik Papua, Samuel Tabuni, menilai bahwa pernyataan Sebby Sambom adalah bagian dari strategi propaganda OPM untuk mempertahankan legitimasi mereka di mata masyarakat Papua.

“Saat ini, dukungan terhadap OPM mulai berkurang di beberapa wilayah Papua, terutama karena masyarakat merasa aktivitas kelompok ini justru merugikan mereka. Tuduhan terhadap pemerintah adalah cara OPM untuk mengalihkan fokus dan mencari simpati,” jelas Tabuni.

Lebih lanjut, Tabuni menjelaskan bahwa konflik di Papua tidak hanya melibatkan pemerintah dan OPM, tetapi juga pertarungan internal di antara kelompok-kelompok bersenjata yang sering kali menyebabkan ketegangan di tingkat lokal. Hal ini diperparah dengan isu politik seperti Pilkada, di mana OPM dituding sebagai salah satu aktor yang menciptakan konflik dengan memanfaatkan perbedaan suku dan kepentingan politik.

Hingga saat ini, pemerintah Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terhadap tuduhan yang dilontarkan Sebby Sambom. Namun, sejumlah aparat keamanan di Papua membantah keras klaim tersebut. Mereka menyatakan bahwa informasi yang diterima tentang aktivitas OPM adalah hasil laporan sukarela dari warga yang merasa terganggu oleh aksi-aksi kelompok tersebut.

“Kami tidak pernah meminta warga untuk menjadi mata-mata. Informasi yang kami terima adalah bentuk kesadaran warga yang ingin wilayah mereka aman dari konflik. Ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin tidak ingin dipengaruhi oleh kelompok bersenjata yang merusak kedamaian,” ujar salah seorang pejabat keamanan di Papua.

Konflik antara OPM dan pemerintah Indonesia di Papua sudah berlangsung selama beberapa dekade. Dalam perjalanan waktu, konflik ini telah berkembang menjadi isu yang kompleks, melibatkan aspek politik, ekonomi, budaya, dan sosial. Tuduhan saling mengadu domba antara pemerintah dan OPM hanya menambah keruh situasi, sementara masyarakat sipil menjadi korban utama dari konflik ini.

“Kami ingin damai. Kami sudah terlalu lelah hidup dalam ketakutan. OPM dan pemerintah harus duduk bersama untuk menyelesaikan masalah ini secara damai,” ujar seorang tokoh adat di Intan Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Sem Sani, Prajurit OPM Kodap VIII Intan Jaya Dibiarkan Sakit Tanpa Pengobatan Selama Setahun Papeda.com- Kabar memilukan kembali muncul ...