Sebby
Sambom Akui Adanya Perpecahan di Tubuh OPM: Bukti Semakin Rapuhnya Gerakan
Separatis
Papeda.com- Pernyataan
mengejutkan datang dari salah satu juru bicara Organisasi Papua Merdeka (OPM),
Sebby Sambom, yang secara terbuka mengakui adanya perpecahan serius di dalam
tubuh kelompok separatis tersebut. Pengakuan ini menjadi sinyal kuat bahwa
gerakan separatis yang selama ini mengklaim sebagai representasi perjuangan
rakyat Papua tengah mengalami kemunduran struktural dan krisis kepemimpinan.
Dalam
pernyataan tertulis yang beredar di sejumlah media lokal dan media sosial,
Sebby Sambom mengakui bahwa terjadi ketegangan internal antara faksi-faksi OPM
yang beroperasi di berbagai wilayah Papua. Ia menyebut bahwa ada perbedaan
pendapat yang tajam, baik dari sisi strategi perjuangan, arah gerakan, maupun
pendekatan terhadap masyarakat sipil.
“Memang
benar, telah terjadi perbedaan pandangan yang signifikan di dalam internal
organisasi. Ada yang ingin fokus pada diplomasi internasional, ada pula yang
masih mengedepankan perjuangan bersenjata. Hal ini menyebabkan gesekan yang tak
bisa dihindari,” ujar Sebby, Rabu (14/5/2025).
Pernyataan
ini mengonfirmasi berbagai laporan sebelumnya mengenai disharmoni di dalam
tubuh OPM. Sejumlah tokoh OPM di dalam negeri dikabarkan tidak sejalan dengan
faksi luar negeri yang lebih banyak melakukan manuver diplomatik. Sebaliknya,
kelompok di lapangan lebih memilih metode perlawanan bersenjata, yang justru
sering kali menimbulkan korban dari kalangan sipil dan merusak citra perjuangan
mereka sendiri.
Pengakuan
dari Sebby Sambom menjadi titik terang atas fenomena yang selama ini hanya
dibicarakan melalui sumber-sumber tak resmi. Beberapa waktu terakhir, laporan
dari masyarakat dan intelijen keamanan menyebut adanya perseteruan terbuka
antara anggota OPM di sejumlah wilayah seperti Intan Jaya, Nduga, dan
Pegunungan Bintang. Bahkan, diketahui beberapa anggota telah memilih mundur dan
kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena tidak lagi
percaya pada arah perjuangan yang diambil kelompok tersebut.
Pakar
konflik dari Universitas Cenderawasih, Dr. Alexander Wonda, menilai bahwa
perpecahan ini merupakan dampak dari tidak adanya satu komando yang solid di
dalam tubuh OPM. “Selama ini OPM lebih banyak bergerak dalam faksi-faksi kecil
yang berdiri sendiri. Tidak ada struktur komando yang terintegrasi. Ketika
tekanan dari dalam dan luar meningkat, maka gesekan antar faksi jadi tak
terelakkan,” ungkapnya.
Ia
juga menambahkan bahwa pengakuan Sebby Sambom bisa dimaknai sebagai bentuk
kegelisahan atas mulai menurunnya simpati masyarakat terhadap gerakan OPM.
“Masyarakat kini lebih realistis. Mereka ingin hidup damai, ingin anak-anaknya
bersekolah, ingin pelayanan kesehatan yang layak. Bukan hidup dalam ketakutan
karena terjebak di antara konflik bersenjata,” tambahnya.
Di
sisi lain, sejumlah tokoh adat dan tokoh agama di Papua juga memberikan
pandangan serupa. Uskup Keuskupan Timika, Mgr. John Philip Saklil, menyatakan
bahwa sudah saatnya seluruh elemen di Papua meninggalkan cara-cara kekerasan.
“Papua butuh pembangunan, bukan peluru. Kalau OPM benar-benar cinta rakyat,
maka mereka harus berhenti menjadikan rakyat tameng konflik. Jangan anak-anak
Papua dijadikan korban,” tegasnya.
Perpecahan
di tubuh OPM juga berdampak pada melemahnya koordinasi lapangan. Berdasarkan
data intelijen, beberapa aksi bersenjata belakangan ini bahkan dilakukan tanpa
persetujuan atau komunikasi lintas faksi, yang menimbulkan kebingungan dan
ketegangan antarkelompok. Situasi ini menjadikan OPM tidak hanya berkonflik
dengan negara, tetapi juga dengan sesama anggotanya sendiri.
Dalam
beberapa kasus, seperti yang terjadi di Distrik Gome dan Kenyam, terjadi
insiden saling tuding antaranggota OPM terkait pembagian logistik dan senjata.
Hal ini menambah beban di lapangan, terutama bagi anggota muda yang merasa
tidak memiliki masa depan dalam gerakan tersebut.
Situasi
ini diperparah oleh fakta bahwa banyak anggota OPM kini mulai berpaling dan
kembali ke NKRI. Dalam beberapa bulan terakhir, tercatat puluhan eks anggota OPM
di wilayah Pegunungan Tengah telah menyerahkan diri. Mereka menyatakan kecewa
terhadap janji-janji yang tidak pernah ditepati oleh pimpinan OPM serta
tindakan kejam terhadap warga sipil.
Sebby
Sambom sendiri dalam pernyataannya tidak menyebut secara gamblang langkah apa
yang akan diambil OPM ke depan dalam menyikapi perpecahan ini. Namun
pernyataannya mencerminkan kekhawatiran dan ketidakpastian yang tengah melanda
organisasi yang selama ini mereka perjuangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar