Ancaman
Membayangi: Banyak Warga Papua Terpaksa Bergabung dengan OPM
Papeda.com- Situasi
keamanan di sejumlah wilayah Papua masih dibayangi oleh tekanan dan ancaman
dari kelompok separatis bersenjata, Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dalam
beberapa tahun terakhir, laporan demi laporan menunjukkan bahwa tidak sedikit
masyarakat Papua yang menjadi anggota OPM bukan karena kemauan sendiri,
melainkan karena tekanan dan intimidasi yang terus-menerus.
Kondisi
ini memperlihatkan bahwa eksistensi OPM bukan hanya menciptakan keresahan,
tetapi juga telah merusak tatanan sosial dan memaksakan pilihan hidup yang
berat bagi masyarakat sipil yang seharusnya dilindungi. Dalam banyak kasus,
masyarakat di daerah pedalaman terpaksa memilih untuk tunduk atau bergabung
dengan kelompok bersenjata, karena takut akan keselamatan diri dan keluarganya.
Salah
satu tokoh masyarakat di Kabupaten Intan Jaya, yang enggan disebutkan namanya
demi alasan keamanan, menyatakan bahwa beberapa keluarga di kampungnya telah
kehilangan anggota keluarga karena dipaksa ikut OPM. “Mereka tidak punya
pilihan lain. Kalau menolak, mereka diancam. Kalau lapor ke aparat, mereka
dianggap pengkhianat dan disiksa. Jadi banyak yang memilih diam dan ikut saja
walau hati menolak,” katanya, Sabtu (26/4/20205).
Fenomena
ini bukan hal baru. Beberapa laporan dari lembaga HAM lokal dan aparat keamanan
menyebut bahwa OPM kerap menggunakan taktik kekerasan untuk memperluas
pengaruhnya, terutama dengan menyasar pemuda dan kepala keluarga di
kampung-kampung terpencil. Mereka yang menolak sering kali menjadi korban
kekerasan, atau keluarganya dijadikan tameng hidup dalam konflik bersenjata.
Seorang
mantan anggota OPM berinisial Y.M. yang kini telah menyerahkan diri kepada
aparat keamanan, mengungkapkan bahwa dirinya semula tidak punya keinginan untuk
bergabung. “Saya hanya petani biasa. Tapi mereka datang ke kampung, ancam akan
bakar rumah dan bunuh keluarga kalau saya tidak ikut. Mau bagaimana? Saya
akhirnya ikut, tapi hati saya tidak tenang,” ujarnya saat ditemui di lokasi
pembinaan eks kombatan.
Ia
menceritakan bagaimana OPM menjalankan sistem kontrol melalui kekerasan dan
ketakutan. Para pemuda yang bergabung tak diberi ruang untuk mundur, bahkan
tidak diizinkan pulang ke kampung jika tidak mendapatkan "hasil" dari
aksi-aksi mereka. Banyak yang akhirnya mengalami trauma dan stres berat.
“Bukan
kami tidak cinta tanah ini, tapi kami takut. Sekarang saya sudah kembali, dan
saya harap teman-teman saya yang masih di sana bisa pulang juga. Tidak ada masa
depan di hutan, hanya kematian dan kesepian,” katanya dengan suara bergetar.
Warga
yang telah kembali dari OPM kini menjadi agen perubahan di kampungnya. Mereka
menyuarakan damai, mengajak teman-teman yang masih di hutan untuk pulang, dan
membuktikan bahwa kehidupan yang bermartabat masih bisa diraih.
Pemerintah
Indonesia pun memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa mereka yang
kembali tidak hanya diberi pengampunan, tetapi juga diberikan masa depan. Papua
tidak akan damai jika rakyatnya terus dibayangi ketakutan dan ancaman.
Perdamaian sejati lahir dari keberanian untuk memaafkan, membangun kembali, dan
menciptakan ruang bagi setiap anak bangsa untuk hidup dengan penuh rasa aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar